Cukai Rokok Naik Tahun Depan, Laba Bersih GGRM dan HMSP Diramal Anjlok

ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko
Petugas bea cukai mengamati proses produksi rokok di salah satu industri rokok di Tulungagung, Jawa Timur. Akibat kenaikan cukai dan harga rokok mulai tahun depan, laba bersih dua emiten rokok, Gudang Garam dan Sampoerna, diperkirakan turun.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
20/9/2019, 13.10 WIB

Laba bersih dua perusahaan rokok, PT Gudang Garam Tbk (GGRM) dan PT H.M. Sampoerna Tbk (HMSP), tahun depan diperkirakan bakal tergerus seiring dengan keputusan pemerintah menaikkan tarif cukai rokok menjadi 23% dan harga eceran rata-rata sebesar 35% mulai 2020.

Analis Mirae Asset Sekuritas Christine Natasya dalam risetnya memperkirakan, laba bersih Gudang Garam tahun depan bisa turun 11% dibandingkan dengan laba bersih tahun ini. Dia pun memperkirakan pendapatan perusahaan rokok asal Kediri, Jawa Timur tersebut bakal turun bahkan hingga 22% pada tahun depan.

"Sementara, untuk Sampoerna kami memproyeksikan laba bersih pada tahun 2020 turun 16% dibandingkan dengan laba bersih di tahun ini," kata Christine dalam risetnya yang dikutip pada Jumat (20/9).

Penurunan laba bersih tersebut dikarenakan tarif cukai yang naik hingga 23%, meski beredar kabar jika kenaikan cukai rokok untuk jenis sigaret kretek tangan (SKT) hanya 10%. Namun nyatanya, penjualan rokok Gudang Garam mayoritas didominasi oleh rokok jenis sigaret kretek mesin (SKM) yang porsinya mencapai 91%.

(Baca: Gejolak Harga Saham Produsen Rokok Diprediksi Berlanjut Hingga Oktober)

Sementara, volume penjualan rokok Sampoerna sebagian besar juga berada di segmen SKM sekitar 72,8%, lalu sekitar 18% volume penjualan berasal dari segmen linting tangan. Meskipun demikian, Christine menyoroti jenis sigaret putih mesin (SPM) milik Sampoerna yang bermerk Marlboro.

"Karena kenaikan cukai untuk rokok putih biasanya lebih tinggi daripada jenis lainnya. Sehingga itu akan menurunkan marjin perusahaan pada 2020," kata Christine.

Christine menambahkan, secara historis pemain besar di industri rokok tidak menaikkan rata-rata harga jual rokok (average selling price/ASP) secara langsung. Tetapi, perusahaan bakal menaikan harga jual secara bertahap sampai menjelang akhir kuartal keempat.

Tujuan dinaikannya harga jual secara bertahap adalah untuk menjaga daya beli perokok dan demi mempertahankan pangsa pasar. Daya beli masyarakat bisa berpengaruh terhadap kenaikan harga jual yang signifikan, karena kenaikannya di atas pertumbuhan upah minimum yang seharusnya sekitar 8,5% pada 2020.

(Baca: Video: Pro-Kontra Kenaikan Cukai Rokok)

Kenaikan ASP secara siginifikan juga bisa berdampak negatif karena dapat memicu kemunculan kembali pemain-pemain di industri rokok secara ilegal. "Karena kesenjangan harga akan sangat besar," kata Christine.

Ada pun, per semester I 2019 ini, Gudang Garam mencatatkan pendapatan seniali Rp 52,74 triliun atau naik hingga 16,42% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 45,3 triliun. Hal tersebut membuat laba bersih perusahaan melonjak 20,43% secara tahunan menjadi Rp 4,28 triliun, dari Rp 3,55 triliun.

Sementara, pendapatan Sampoerna dari hasil penjualan yaitu senilai Rp 50,71 triliun pada periode enam bulan pertama tahun ini. Pendapatan tersebut tumbuh 3,18% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 49,15 triliun.

Hal itu membuat Sampoerna mampu mengantongi laba bersih senilai Rp 6,77 triliun pada semester I 2019 ini. Catatan tersebut mampu tumbuh 10,75% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, di mana laba bersih Sampoerna senilai Rp 6,11 triliun.

(Baca: Gejolak Harga Saham Produsen Rokok Diprediksi Berlanjut Hingga Oktober)

Reporter: Ihya Ulum Aldin