PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) membuka peluang kerja sama terkait proyek pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) tembaga dan emas dengan PT Amman Mineral dan PT Freeport Indonesia (PTFI). Langkah sesuai dengan peraturan pemerintah yang mewajibkan perusahaan tambang mineral untuk membangun smelter.
Penjajakan kerja sama itu dilakukan oleh anak usaha Bumi Resources yaitu PT Gorontalo Minerals yang memiliki wilayah konsesi di Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo.
"Kami sedang ada penjajakan dengan Amman dan Freeport. Sekarang tinggal dimana didirikan, antara Kalimantan, Sulawesi atau Sumbawa," ujar Direktur Bumi Resources Muhammad Sulthon di Jakarta, Rabu (6/11).
Menurutnya, ketiganya memiliki opsi terbuka untuk membentuk perusahaan patungan (joint vanture).
(Baca: Harga Batu Bara Merosot, Laba Bersih Bumi Resources Makin Anjlok)
Sebelumnya, Gorontalo Minerals juga telah menandatangani nota kesepahaman dengan (MoU) dengan Nusantara Smelting untuk memasok konsentrat tembaga ke smelter milik perusahaan tersebut.
Namun, perusahaan menegaskan tidak ingin bergantung dengan smelter. Karenanya, perusahaan saat ini tengah mengkaji metode sulphuric acid leacing. Dengan metode tersebut, bijih tembaga yang diproduksi tidak perlu melalui proses pengolahan di smelter, sehingga bisa langsung dijual.
"Bijih tembaga dihancurkan menjadi bubuk, kemudian dilaurutkan dengan cairan kimia, setelah cair terpisahlah kandungan tembaganya, dan jadi 100% katoda tembaga. Kalau itu bisa biaya investasinya turun drastis," ujar Direktur dan Investor Relations BRMS Herwin Hidayat.
(Baca: Bumi Resources Minerals Mulai Uji Produksi Tambang Emas di Sulteng)
Gorontalo Minerals tercatat memiliki Kontrak Karya (KK) untuk pertambagan seluas 24.995 hektar, dengan lima konsesi tambang yakni Sungai Mak, Cabang Kiri, Motomboto North, Motomboto East, dan Kayubulan.
Izin Konsutruksi dan Produksi telah disetujui oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada Februari 2019, dengan masa kontsruksi tiga tahun dan masa produksi 30 tahun.
Sedangkan, studi kelayakan pada proyek Sungai Mak telah disetujui oleh pemerintah pada 2014 dengan cadangan bijih 105 metrik ton. Saat ini pihaknya tengah merampungkan detail desain proyek, sehingga bisa membuat rencana produksi yang komprehensif.