Terimbas Pelemahan Daya Beli, Laba Bersih 2019 Astra Stagnan Rp 21,7 T

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Gedung Astra (12/8). PT Astra International Tbk (ASII) membukukan laba bersih sepanjang 2019 secara konsolidasi senilai Rp 21,7 triliun atau stagnan dibanding tahun sebelumnya.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Ekarina
27/2/2020, 21.51 WIB

PT Astra International Tbk (ASII) membukukan laba bersih sepanjang 2019 secara konsolidasi senilai Rp 21,7 triliun. Laba bersih perseroan stagnan dibandingkan realisasi tahun sebelumnya sebesar Rp 21,6 triliun yang disebabkan pelemahan konsumsi atau daya beli.

Mengutip laporan keuangan perusahaan, sepanjang 2019 Grup Astra membukukan pendapatan bersih Rp 237, 1 triliun. Angka tersebut turun 1% dibanding tahun sebelumnya sebesar Rp 239 triliun. 

Penurunan pendapatan Grup Astra terutama disebabkan oleh menyusutnya pendapatan dari divisi bisnis otomotif dan agribisnis. Sedangkan di lini bisnis lain seperti  jasa keuangan, infrastruktur serta logistik justru mencatat peningkatan.  Adapun penurunan pendapatan tersebut turut berimbas terhadap laba bersih perseroan. 

(Baca: Daya Beli Melemah, Penjualan Mobil Awal Tahun Turun 2.005 Unit)

Presiden Direktur Astra Prijono Sugiarto menjelaskan, pelemahan kinerja grup Astra sepanjang tahun lalu tak lepas dari dampak pelemahan konsumsi domestik dan rendahnya harga-harga komoditas.

"Namun demikian, kinerja kami diuntungkan oleh peningkatan kinerja bisnis jasa keuangan dan kontribusi dari tambang emas Grup yang baru diakuisisi," kata Prijono dalam keterangan resmi, Kamis (27/2).

Perusahaan mencatat, laba bersih dari divisi otomotif Grup Astra turun sekitar 1% menjadi Rp 8,4 triliun, terutama disebabkan oleh turunnya volume penjualan mobil yang disertai dengan kenaikan biaya produksi. 

Volume penjualan mobil Astra tahun lalu turun 8% menjadi 536.000 unit. Namun, penurunan itu menurutnya lebih kecil dibanding penjualan mobil secara nasional sebesar 11% menjadi 1,03 juta unit berdasarkan data Gaikindo. Meski demikian, pangsa pasar Astra pada 2019 justru meningkat dari 51% menjadi 52% di 2019.

Berbanding terbalik dengan penjualan kendaraan roda empat, penjualan sepeda motor Astra Honda meningkat 3% menjadi 4,9 juta unit, yang juga persentasenya lebig tinggi dibanding peningkatan rata-rata industri nasional sebsar 2% menjadi 6,5 juta unit kendaraan. Peningkatan volume penjualan tersebut juga ikut mendorong perolehan pangsa pasar Astra Honda Motor di 2019 yakni sebesar 76%. 

(Baca: Mayoritas Divisi Bisnis Kinerjanya Melemah, Laba Bersih Astra Turun 7%)

Di sektor lain, penurunan laba bersih Astra lainnya juga disumbang dari sektor agribisnis. Kontribusi laba dari sektor ini turun tajam hingga 85% menjadi Rp 168 miliar.

Anak usahanya Astra di sektor perkebunan yakni PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) melaporkan penurunan laba bersih sebesar 85% menjadi Rp 211 miliar, yang disebabkan oleh penurunan harga minyak kelapa sawit.

Seperti diketahui, harga rata-rata minyak kelapa sawit sepanjang 2019 melemah  8% menjadi Rp 6.689/kg. Padahal, volume penjualan minyak kelapa sawit dan produk turunannya meningkat  3% menjadi 2,3 juta ton.

Meski kontribusi dua sektor-sektor tersebut tercatat turun, namun kinerja Astra tahun lalu tertolong oleh kinerja dari divisi lainnya seperti jasa keuangan. Laba bersih dari divisi ini tumbuh hingga 22% menjadi Rp 5,9 triliun yang disebabkan oleh portofolio pembiayaan yang lebih besar dan perbaikan kredit bermasalah.

Anak usaha Astra, PT Bank Permata Tbk (BNLI) mencatat peningkatan laba bersih sebesar 66% menjadi Rp 1,5 triliun. Itu dikontribusikan oleh peningkatan pendapatan dan penurunan biaya provisi, yang disebabkan oleh pemulihan kredit bermasalah. Rasio kredit bermasalah NPL  perseroan membaik dari 1,7% menjadi 1,3%.

(Baca: Gelar Pameran Otomotif, Astra Targetkan Jual 1.505 Unit Kendaraan)

Sementara laba bersih grup Astra dari divisi alat berat, pertambangan, konstruksi dan energi naik tipis  1% menjadi Rp6,7 triliun. Laba dari divisi terutama disebabkan oleh kontribusi usaha tambang emas baru, yang mana hal tersebut sekaligus mengimbangi penuruna penjualan alat berat dan kerugian pada bisnis kontraktor umum.

Untuk prospek bisnis tahun ini, Prijono menilai situasi usaha masih cukup menantang  lantaran masih adanya ketidakpastian kondisi makro eksternal, kompetisi di pasar mobil, serta harga-harga komoditas yang lemah.

"Meskipun demikian, kami yakin bahwa Grup berada pada posisi yang baik untuk memanfaatkan momentum dari setiap perbaikan kondisi ekonomi," ujar Prijono.

Reporter: Ihya Ulum Aldin