Lippo Karawaci Tbk, mengumumkan rencana aksi korporasi pembelian kembali (buyback) saham yang beredar di publik saat ini. Untuk aksi korporasi ini perusahaan telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 75 miliar.
Perusahaan berkode emiten LPKR ini berencana untuk buyback sekitar 572 juta saham dengan harga pembelian Rp 131 per saham. Sepanjang tahun ini atau secara year to date (ytd) harga saham LPKR anjlok hingga 42,56%, yakni dari Rp 242 per saham pada akhir 2019 menjadi Rp 139 per saham pada penutupan perdagangan sore ini, Kamis (2/4).
Namun penurunan tajam saham LPKR baru dimulai awal Maret 2020, setelah sempat menyentuh harga tertingginya tahun ini di level Rp 240 per saham pada 5 Maret 2020.
"Pembelian kembali ini dilaksanakan pada saat yang tepat karena kami menemukan harga saham yang menarik serta penggunaan kelebihan uang kas secara bijaksana," kata CEO Lippo Karawaci John Riady melalui keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (2/4).
(Baca: Tambah Kas dan Perpanjang Utang, Lippo Karawaci Siap Hadapi Corona)
Manajemen meyakini bahwa rencana buyback saham ini tidak akan memberikan dampak yang material pada aktivitas bisnis perseroan. Pasalnya perusahaan telah memiliki modal kerja dan arus kas yang cukup untuk mendukung operasional, serta untuk melakukan buyback.
Aksi korporasi ini juga tidak akan mengurangi pendapatan. John menyebutkan bahwa perusahaan telah membuat perencanaan dalam memperkuat posisi keuangannya sehingga memiliki fleksibilitas di pasar keuangan yang sangat fluktuatif.
"Kami tetap optimis dengan fundamental perseroan, terutama mengingat bahwa sebagian besar dari pendapatan kami bersifat recurring yang didukung oleh Siloam Hospitals," ujarnya.
John pun mendukung relaksasi kebijakan buyback saham yang dicetuskan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pasalnya kebijakan ini memungkinkan perusahaan untuk menstabilkan harga saham LPKR di bursa dan menjadi opsi terbaik dalam penggunaan uang kas perusahaan.
(Baca: Kerja Sama dengan Lippo, Marubeni Akuisisi 5% Saham Siloam Hospital)
"LPKR mendukung keseluruhan rencana ekonomi yang dikembangkan pemerintah untuk menstabilkan ekonomi Indonesia pada masa yang belum pernah terjadi sebelumnya," pungkas John.
Adapun perusahaan akan membeli kembali sahamnya dengan diskon yang menarik terhadap NAV (net asset value) ketika beberapa proyek akan diserah-terimakan pada tahun ini termasuk Fairview dan Menara Hillcrest di Karawaci dan Holland Village Jakarta.
Perusahaan mengklaim memiliki cadangan kas yang kuat dari beberapa aksi korporasi sebelumnya. Seperti penerbitan obligasi lima tahun da perubahan strategi lindung nilai (hedging) pada saat yang tepat, serta penjualan saham di First REIT.
Dari sisi kinerja, hingga kuartal III 2019, perusahaan mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 1,72 triliun atau membengkak 121,3% dibandingkan rugi bersih pada periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya Rp 779,59 miliar.
(Baca: Makin Kedodoran, Lippo Karawaci Merugi Rp 1,72 T di Kuartal III 2019)
Kinerja yang makin kedodoran ini lantaran naiknya beban pokok pendapatan sebesar 13,4% dari Rp 4,39 triliun menjadi Rp 4,98 triliun. Tidak hanya itu, beban di bisnis layanan kesehatan (healthcare) juga naik 14,8% secara tahunan. Sedangkan pendapatan hanya naik tipis 0,06% dari Rp 8,26 triliun menjadi Rp 8,27 triliun.