Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) merevisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Ini buntut dilaporkannya Youtuber Rius Vernandes dan Elwiyana Monica ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik setelah mengunggah kritik terhadap layanan Garuda Indonesia.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo Ferdinandus Setu mengatakan, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sudah merevisi UU ITE pada 2016 lalu. Ada tiga hal yang diubah dari regulasi tersebut.
Pertama, penerapannya menjadi berdasarkan delik aduan. Kedua, ancaman pidana diturunkan dari semula enam tahun penjara dan denda Rp 1 miliar, menjadi empat tahun penjara dan denda Rp 750 juta. Hal ini tertuang dalam Pasal 27 ayat 3 UU ITE.
Ketiga, penjelasan yang lebih rinci tentang larangan mendistribusikan, mentransmisikan dan membuat dapat diaksesnya informasi elektronik. Larangan tersebut menjadi berbunyi, melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen Eelektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Atas dasar itu, ia menilai, revisi UU ITE sudah diupayakan memenuhi perkembangan masyarakat. "Selain itu, sudah tiga kali pula Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa pengaturan Pasal 27 ayat 3 UU ITE tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan prinsip-prinsip negara hukum," kata dia kepada Katadata.co.id, Rabu (17/7).
(Baca: Polisi Diminta Hentikan Proses Hukum Youtuber Soal Garuda Indonesia)
Bahkan, MK dua kali menolak permohonan peninjauan kembali (judicial review) Pasal 28 ayat 2 pada UU ITE. Pasal itu berbunyi, setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Di sisi lain, SAFEnet menilai pasal 27 hingga 29 UU ITE menghambat kebebasan berekspresi masyarakat Indonesia. “Kami meminta pasal-pasal itu dihapus agar tidak terus-menerus disalahgunakan oleh pihak tertentu yang berkepentingan untuk melakukan pemberangusan atas kebebasan berpendapat dan berekspresi warga negara,” demikian pernyataan resmi SAFEnet.
SAFEnet merupakan perkumpulan relawan pembela hak-hak digital se-Asia Tenggara. Mereka khawatir, pasal ini menimbulkan persoalan ketidakpastian hukum ke depannya. Mereka juga takut kebijakan ini justru menghilangkan kebebasan ekspresi dan terancamnya rasa aman masyarakat dalam berpendapat.
(Baca: Respons Warganet soal Imbauan Ambil Gambar oleh Garuda dan Grab)
Kasus Rius dan Elwiyana bermula dari unggahan foto di instagram story Rius tentang kartu menu kelas bisnis Garuda Indonesia yang hanya ditulis tangan. Rius mengambil foto itu dalam penerbangan rute Sydney-Denpasar.
Dalam unggahan tertanggal Sabtu (13/7) itu, ia menyisipkan tulisan “Menu yang dibagikan tadi di Business Class @garuda.indonesia dari Sydney-Denpasar. Menunya masih dalam proses percetakan, Pak?” dengan menambahkan emoji orang sedang memegang kepala.
(Baca: Bukan Dilarang, Garuda Hanya Imbau Penumpang Tak Ambil Gambar di Kabin)
Setelah itu, Rius mengunggah video mengenai pengalaman tersebut ke akun Youtube miliknya. Rius memang fokus mengunggah ulasan terkait penerbangan. Elwiyana yang turut dalam penerbangan itu pun berkomentar di unggahan itu.
Unggahan tersebut viral hingga berujung pelaporan Rius ke polisi. Kepolisian Bandara Soekarno-Hatta Tangerang sudah mengirimkan surat panggilan pemeriksaan kepada keduanya untuk dimintai keterangan pada 16 Juli 2019.