Bertemu Menkominfo, Qualcomm Nyatakan Minat Kembangkan 5G di Indonesia

ANTARA FOTO/REUTERS/Steve Marc
Land Rover Defender, dengan teknologi berkekuatan prosesor Qualcomm. Qualcomm Inc. menyatakan tertarik untuk mengembangkan teknologi 5G di Indonesia.
24/1/2020, 12.10 WIB

Perusahaan teknologi asal Amerika Serikat (AS), Qualcomm menyatakan tertarik untuk mengembangkan teknologi jaringan internet generasi kelima atau 5G di Indonesia.

Ketertarikan itu disampaikan oleh Presiden Qualcomm Inc. Cristiano Amon kepada Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Johnny G. Plate ketika keduanya bertemu di acara World Economic Forum (WEF) Annual Meeting di Davos, Swiss, pada Kamis (23/1).

"Kami tertarik untuk mendukung pengembangan teknologi 5G di Indonesia. Lebih dari itu, kami ingin meningkatkan kerja sama dalam berbagai bidang dengan pemerintah Indonesia," ujar Cristiano seperti dikutip dari siaran pers, Jumat (24/1).

Menkominfo Johnny pun menyambut minat tersebut. Dia mengatakan bahwa Indonesia berpeluang besar dan sedang bersiap untuk menjadi digital hub di kawasan Asia. "Salah satu kunci untuk menjadi terdepan di era digital adalah kesiapan infrastruktur, di antaranya dengan penguatan konektivitas melalui teknologi 5G," ujar Johnny.

(Baca: 10 Tren Teknologi 2020, Kecerdasan Buatan dan 5G Berkembang Pesat)

Oleh karena itu dia mengatakan bahwa pemerintah Indonesia terbuka untuk bekerjasama dalam rangka mendukung kepentingan nasional Indonesia. "Misalnya dalam inisiatif pembangunan ibukota baru," ujarnya.

Sebelumnya, Kementerian Kominfo mengatakan masih terus mengkaji kebijakan 5G yang sesuai di Indonesia. Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kominfo Ismail mengatakan bahwa pihaknya mempertimbangkan empat faktor pengembangan 5G.

Pertama, waktu yang pas mengimplementasikan 5G. "Tujuannya menghindari market failure (kegagalan pasar) dari sisi permintaan dan suplai,” kata Ismail di Jakarta akhir November 2019. 

Kedua, mendorong operator untuk berbagi infrastuktur (infrastructure sharing). Riset McKinsey menunjukkan, infrastructure sharing akan mengurangi biaya investasi 5G hingga 40%. Namun Ismail menilai operator di Indonesia belum bisa bersinergi terkait infrastruktur.

(Baca: Kembangkan 5G, Kominfo Cari Cara Atasi Hambatan di Frekuensi 3,5 Ghz)

"Indonesia masih dalam kondisi yang belum seimbang antar operator yang sharing infrastruktur. Jadi harus cari pemecahan masalahnya terlebih dahulu," katanya.

Ketiga, model bisnis yang inovatif. Ismail mengatakan, pentingnya menentukan bisnis model yang inovatif agar implementasi 5G bisa maksimal, bukan hanya untuk komersial tetapi juga publik.

"Kami perlu memikirkan kontribusi 5G untuk kepentingan sumber daya manusia (SDM), sektor pendidikan, kesehatan hingga masyarakat di pelosok Tanah Air,” kata dia. Karena itu, operator perlu mengembangkan model bisnis kreatif.

Terakhir, kolaborasi dan perluasan jaringan. Dari penggelaran 5G yang sudah ada, perlu kolaborasi antar perusahaan telekomunikasi dan memperluas lini bisnis. "Ini berkaitan dengan pengambilan keputusan antar operator mengenai permintaan, suplai, dan ekosistem. Perlu pertimbangan menyeluruh,” jelasnya.

(Baca: Operator Target Terapkan 5G pada 2022, Ini Syarat dari Kominfo)

Asosiasi Penyelenggara Jasa Telekomunikasi Indonesia (ATSI) menilai teknologi 5G bisa diimplementasikan di Tanah Air mulai 2022. Potensi nilai bisnis 5G bagi operator seluler per tahunnya mencapai Rp 27 triliun atau yang terbesar di Asia Tenggara.

Berdasarkan riset AT Kearney tahun 2019, prediksi monetisasi 5G oleh operator di Indonesia mencapai sekitar US$ 1,4 hingga 1,83 juta pada 2025. Nilai ini lebih tinggi dari Thailand dan Malaysia yang masing-masing hanya berkisar US$ 850 - 1,17 juta dan US$ 660 - 900 juta.

Reporter: Cindy Mutia Annur