Efek ‘Bakar Uang’ WeWork, Investor Fokus buat Profit Startup Tahun Ini

Katadata/cindy mutia annur
Ilustrasi, Managing Director Digitarata Nicole Yap dan Deputi Akses Permodalan Kemenparekraf Fadjar Hutomo di Jakarta, Kamis (23/1).
24/1/2020, 13.45 WIB

Managing Director Digitaraya Nicole Yap mengatakan, investor global mulai berfokus pada startup yang tumbuh berkelanjutan dan mampu mencetak untung. Perubahan pola pikir dari berfokus pada valuasi menjadi profit ini terjadi setelah WeWork merugi cukup besar.

WeWork merupakan startup penyedia layanan ruang kerja bersama (coworking space) yang mendapat investasi dari SoftBank. Perusahaan asal Jepang itu merugi, lantaran valuasi WeWork disebut-sebut turun dari US$ 47 miliar menjadi US$ 10 miliar saat ini.

Startup asal Amerika Serikat itu agresif dalam ekspansi. Pada 2017, cakupannya hanya di 100 lokasi. Kini, WeWork telah melebarkan sayap ke 500 lokasi. Berdasarkan data analis di Bernstein, WeWork menghabiskan US$ 700 juta (Rp 9,8 triliun) per kuartal untuk promosi atau 'bakar uang'.

Nicole mengatakan, kasus WeWork membuat investor tak lagi tertarik dengan startup yang tidak memiliki strategi untuk meraup untung. “Saya pikir percakapan seputar profitabilitas dan seberapa penting itu untuk startup di early stage, itu akan berubah (tahun ini)," ujar dia kepada Katadata.co.id di Jakarta, Kamis (23/1).

(Baca: Antisipasi Kasus WeWork, Investor Cermati Siasat ‘Bakar Uang’ Startup)

Sepengetahuannya, investor global mulai berpikir ke arah profit ketimbang sekadar valuasi. "Kami selalu percaya bahwa startup dengan model bisnis yang kuat sejak hari pertama tentu bisa membuat mereka bertahan dan mengembangkan bisnis mereka," ujar Nicole.

Karena itu, Digitaraya tidak hanya berfokus pada program akselerasi, tetapi juga menggaet perusahaan lain. Dengan McKinsey misalnya, mendorong pola pikir para pendiri startup supaya bisnisnya tumbuh berkelanjutan dan mencari model bisnis yang tepat.

"Intinya, setelah semua situasi WeWork ini berlalu, mindset (investor) bakal berubah," ujar Nicole. (Baca: Bos Lippo dan Tokopedia Nilai Kasus WeWork Tak Berdampak di Indonesia)

Deputi Akses Permodalan Kemenparekraf Fadjar Hutomo sepakat bahwa startup akan mulai mencari keuntungan dibandingkan 'bakar uang' pada tahun ini. "Prediksi saya, itu kelihatan (startup mulai mencari keuntungan) mungkin untuk investasi mereka membutuhkan dukungan arus kas, investasi jangka panjang," ujar dia.

Chief Executive Office Mandiri Capital Eddi Danusaputro sempat mengatakan, sejatinya investor mendanai startup yang memiliki jalur jelas untuk menuju profit. “Jadi sudah kelihatan kapan mereka bisa untung,” katanya kepada Katadata.co.id di Bali, akhir tahun lalu.

Menurut dia, perusahaan rintisan harus menunjukkan sinyal bakal meraup untung pada tahun ketiga atau kelima. Karena itu, startup tersebut tidak bisa menerapkan strategi ‘bakar uang’ terus menerus.

(Baca: Target Untung, Startup Asal India OYO PHK Ribuan Karyawan)

Ia mengakui, promosi seperti diskon atau uang kembali (cashback) diterapkan oleh banyak perusahaan yang menyasar konsumen luas. “Karena pra-senstivity di Indonesia itu tinggi,” katanya. Begitu promosi berkurang maka pelanggan beralih.

Promosi dilakukan untuk menarik konsumen dan meningkatkan daya saing. “Tujuan utama perusahaan ‘bakar uang’ untuk mematikan (bisnis) pesaing,” kata dia. Cara seperti ini tidak sehat.

Hal senada disampaikan oleh CEO Telkomsel Mitra Inovasi (TMI) Andi Kristianto. ”Durasinya (promosinya) lebih pendek, sehingga investor bisa lebih waspada. Kan kami berkaca dari kasus WeWork,” katanya.

Unicorn dan decacorn Tanah Air pun mulai menuju profit. Gojek misalnya, mulai berfokus pada pertumbuhan bisnis berkelanjutan. “Ada keinginan kami untuk menjadi yang terdepan. Tetapi caranya tidak harus selalu dengan promosi, justru harus lebih inovatif,” kata Chief Corporate Affairs Gojek Nila Marita di Jakarta, beberapa waktu lalu (16/1).

(Baca: Gojek Klaim Sudah pada Jalur yang Tepat Untuk Mulai Mencetak Profit)

Decacorn atau startup bervaluasi lebih dari US$ 10 miliar itu mulai berfokus pada inovasi ketimbang promosi seperti cashback dan diskon. Dengan begitu, mereka optimistis layanannya lebih sering digunakan oleh konsumen.

Chief Executive Officer (CEO) GoPay Aldi Haryopratomo mengatakan, perusahaannya sudah berada pada jalur yang tepat menuju profit meski tidak didukung permodalan yang besar. "(Fokus) itu telah terbayar. Itu sebenarnya salah satu manfaat dari menjadi pemain 'underdog' di pasar ini, ”ujar dia dikutip dari DealStreetAsia, Sabtu lalu (18/1).

Tiga unicorn Tanah Air seperti Tokopedia, Traveloka, dan Bukalapak juga menyatakan mulai mengejar laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi alias EBITDA positif. Begitu juga dengan OVO yang bakal mengurangi ‘bakar uang’ tahun ini.

(Baca: PHK Karyawan, Bukalapak Ingin Jadi Unicorn Pertama yang Cetak Untung)

Reporter: Cindy Mutia Annur, Desy Setyowati