Musim Semi Pengembang Gim Tanah Air

123RF.com/Artinspiring
Penulis: Pingit Aria
27/4/2020, 14.15 WIB

Pandemi Covid-19 membuat sebagian besar masyarakat Indonesia harus berdiam di rumah untuk memutus rantai penyebaran virus corona. Agar tak ‘mati gaya’, salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menghibur diri adalah dengan bermain gim.

Agate mengambil peluang itu. Pengembang gim yang merupakan bagian dari ekosistem GDP Venture ini meluncurkan produk baru untuk menemani gamers yang tengah menjaga jarak sosial atau social distancing.

Agate bekerja sama dengan CIAYO meluncurkan Memories, gim dengan konsep novel interaktif di mana pengguna dapat merasakan pengalaman sebagai karakter utama di berbagai cerita. Mereka juga dapat menentukan jalan cerita sesuai dengan keinginannya.

“Kami mengerti bahwa orang- orang yang sangat aktif pasti akan merasa jenuh untuk #DiRumahAja, sehingga kami meluncurkan cerita lebih banyak karakter di gim interaktif kami, Memories,” ujar Arif Widhiyasa, CEO dari Agate, Senin (23/3) lalu.

Tak puas dengan jalan cerita cinta Dilan dan Milea? Anda bisa mengubahnya. “Kami memberikan beberapa pilihan yang nantinya harus dipilih oleh pemain untuk menentukan akhir dari cerita yang sedang mereka mainkan,” katanya.

(Baca: Dirilis 28 Februari, Dilan 1991 Diprediksi Lampaui Film Pertamanya)

Memories mempunyai dua tipe cerita yaitu novel visual yang terdiri dari 13 cerita dan chat story yang terdiri dari tujuh cerita. Selain Dilan dan Dilan 1991, beberapa kisah lain yang dapat dipilih dalam novel interaktif ini adalah Mariposa, Catatan Maya, dan Red White Cinderella. Selain itu, ada juga serial Dream Fashion Star, Love Scenario, dan Married a Stranger.

Pada setiap cerita, pemain akan diberikan pilihan-pilihan untuk menentukan jalan cerita. Ada pilihan yang gratis dan ada yang berbayar menggunakan in-game currency diamond. Gim Memories sudah diunduh oleh hampir satu juta pemain, dengan lebih dari 100 ribu pemain aktif setiap bulannya.

“Posisi Memories saat ini dari sisi revenue masih yang menyumbang paling besar all time,” kata Head of Corporate PR GDP Venture Ossy Indra Wardhani, Kamis (16/4) lalu, tanpa menyebut nilainya.

PT Agate International, adalah pengembang gim yang didirikan pada 2009 dan berbasis di Bandung. Perusahaan ini memiliki dua bisnis utama, yakni pengembangan gim di bawah Agate Games dan pengembangan gamification dan solusi pembelajaran di bawah Agate Level Up, serta sebuah subsidiary yang bergerak di bidang periklanan digital, Seruni.

Dari tim beranggotakan 17 orang, Agate kini memiliki lebih dari 200 crew. Ratusan judul gim Agate telah menjangkau jutaan pemain di seluruh dunia.

(Baca: Gim Dreadout 2 Rilis, Tawarkan Lebih Banyak Aksi Horor)

Sebelum Agate memperkenalkan cerita-cerita baru dalam gim Memories, pengembang gim lokal lain yakni  Digital Happiness meluncurkan Dreadout 2. Sekuel dari gim horor Dreadout itu dirilis melalui platform Steam seharga US$ 19,99 per unduhan.

"Dreadout 2 menampilkan aksi dan pembasmian hantu-hantu yang dikenal di Indonesia maupun hantu fantasi hasil kreasi Digital Happiness," ujar Founder Digital Happiness Rachmad Imron dalam siaran persnya pada Kamis (20/2) lalu.

Dreadout merupakan produk perdana yang sekaligus mencuatkan nama Digital Happiness di jagat gim Tanah Air. Karakter utama gim ini adalah siswi SMA bernama Linda yang bertemu dengan berbagai karakter hantu lokal, seperti kuntilanak dan pocong.

Sejak peluncuran perdana pada Mei 2014, Dreadout telah telah diunduh sebanyak satu juta kali, yang separuhnya merupakan unduhan berbayar. Dengan harga US$ 14,99 sekali unduh, Dreadout ditaksir menghasilkan pendapatan hingga US$ 7,4 juta bagi Digital Happiness. Tahun lalu, Dreadout juga diadopsi dalam bentuk film oleh sutradara Kimo Stamboel.

Bagaimanapun, Rachmad mengakui bahwa pendanaan adalah tantangan besar bagi pengembang gim debutan. Selain harus merogoh kocek dari proyek pribadinya, Iris Desain, dosen seni rupa Institute Teknologi Bandung (ITB) itu juga mengumpulkan dana dari crowdfunding untuk membiayai pengembangan Dreadout. Versi demo dari gim tersebut berhasil memperoleh US$ 29 ribu dari patungan para pemain di platform Indiegogo.

Setelah ‘punya nama’, Digital Happiness lebih mudah mendapatkan sponsor. Dreadout 2 misalnya, merupakan hasil kolaborasi dengan beberapa produk lokal, di antaranya adalah tas Eiger yang juga diproduksi di Kota Kembang. "Di Dreadout 2, tas karakter utama memakai merek lokal Eiger, jadi bentuknya in-game-sponsorship," kata Imron.

(Baca: Penonton E-sports Melonjak Sejak Pandemi Corona)

Dari Surabaya, Toge Production merupakan perusahaan e-sports yang bergerak di bidang pengembangam gim lokal. Perusahaan ini dirintis oleh Kris Antoni Hadiputra pada 2009. Pada 2017, Toge Production menerima early stage funding dari Discovery Nusantara Capital (DNC).

Mulanya, Toge Production memproduksi gim berbasis flash bernama Infectonator yang membuat nama Kris terkenal di antara para pengembang gim dalam negeri. Dalam kurun waktu 10 tahun, Toge Production kurang lebih telah membuat 30 gim online.

Salah satu gim buatan Toge Production, yakni Ultra Space Battle Brawl (USBB) dikompetisikan dalam Piala Presiden E-Sports (PPE) 2020. Setelah diseleksi oleh Indonesian E-Sports Premier League (IESPL) dan Asosiasi Game Indonesia (AGI), USBB dinilai paling siap untuk dipertandingkan gim-gim lokal lainnya.

Pertandingan perdana gim USBB tersebut berlangsung pada Sabtu 1 Februari lalu di Indonesia Convention Exhibition (ICE), BSD, Tangerang. Dengan demikian, USBB sejajar dengan tiga gim lain buatan luar negeri yang juga dilombakan dalam PPE 2020, seperti Free Fire dari Singapura, Mobile Premier League dari India, dan Pro Evolutions Soccer dari Jepang.

Sejak 2018 USBB sudah diperjualbelikan di Steam, dan bisa dimainkan di Nintendo Switch, salah satu perangkat gim konsol terkemuka di dunia. Baik di STEAM atau Nintendo Switch, gim USBB saat ini dapat dibeli dengan harga US$ 10 dolar AS atau setara Rp 155 ribu.

Prospek Bisnis Pengembang Gim

Ceruk bisnis bagi pengembang gim lokal masih sangat terbuka. Selain pasarnya terus tumbuh, saat ini jumlah pengembang gim dengan konten lokal masih bisa dihitung jari.

Riset Global Mobile Gaming Confederation (GMGC) Sea Mobile Report 2017 menyebut, rata-rata pertumbuhan pasar industri gim di Indonesia mencapai nilai 37,3 % per tahun sepanjang 2013-2017. Pada 2017, nilai pasar gim di Indonesia ditaksir mencapai US$ 800 juta.

Asosiasi Game Indonesia (AGI) memprediksi, jika angka kenaikan tersebut bertahan dalam tiga tahun setelahnya, nilai industri gim dalam Indonesia bisa mencapai US$ 1,6 miliar atau sekitar Rp 25 triliun pada 2021. Namun pangsa pasar pengembang gim lokal baru 0,4 % atau sekitar Rp 100 miliar di Indonesia.

Nilai ini jauh lebih rendah dibanding pengembang gim Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok yang masing-masing meraup 81%, 78% dan 68% dari total pasar gimnya.

CEO Agate Arif Widhiyasa mengatakan, rendahnya investasi menjadi salah satu faktor penyebab minimnya pangsa pasar gim lokal di Tanah Air. Tahun lalu, investasi ke pengembang gim lokal hanya US$ 2 juta atau sekitar Rp 30 miliar.

Nilai investasi tersebut juga lebih rendah dibanding Tiongkok, Korea Selatan, dan Vietnam yang masing-masing US$ 5 miliar, US$ 1 miliar, dan US$ 50 juta. “Ini salah satunya karena (nilai) investasi di industri gim Indonesia masih sangat kecil, maka pasar gim lokalnya pun kecil," kata dia.

Padahal, menurutnya potensi industri gim di Indonesia sangat besar dengan jumlah pemain yang terus bertambah. Alasannya, pemerintah membangun infrastruktur untuk mendukung penetrasi internet di Indonesia, seperti Palapa Ring. Kepemilikan ponsel pintar (smartphone) juga meningkat dengan cepat.

Reporter: Nobertus Mario Baskoro