Strategi Ma’ruf Amin Dongkrak Keuangan Syariah di Era Digital

ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Wakil Presiden Terpilih Ma'ruf Amin menyebut perkembangan ekonomi digital akan membuka peluang untuk mendongkrak pangsa pasar keuangan syariah di Indonesia,
Editor: Agustiyanti
16/9/2019, 16.02 WIB

Wakil Presiden Terpilih Ma'ruf Amin optimis ekonomi digital akan mendongkrak pangsa pasar keuangan syariah di Indonesia. Saat ini, kontribusi keuangan syariah pada total industri keuangan baru mencapai 8,69%. 

Ma'ruf merinci, pangsa pasar bank dan industri keuangan nonbank syariah baru mencapai 4,3%, sedangkan pasar modal syariah baru mencapai 15,75%.

"Ekonomi digital akan membuka peluang untuk mendongkrak  pangsa pasar (keuangan syariah) di Indonesia," ujar Ma'ruf di Jakarta, Senin (16/9). 

Menurut Ma'ruf, sebuah hasil penelitian memproyeksi aset keuangan syariah secara global bakal berkembang pesat dan mencapai US$ 3,9 triliun pada 2023.  Sementara dari sisi demografi, menurutnya, populasi muslim dunia diperkirakan bertambah 26,64% yakni mencapai 22,2 miliar orang pada 2070. Adapun Indonesia diperkirakan tetap akan menjadi negara dengan jumlah muslim terbanyak di dunia.

(Baca: Ubah Persepsi, BI Ingin Pesantren Kembangkan Ekonomi Digital)

Peluang Indonesia mendorong pangsa pasar keuangan syariah, menurut dia, semakin besar dengan banyaknya perusahaan finansial teknologi (fintech) berbasis syariah. Ia menyebut, Indonesia saat ini memiliki fintech syariah paling banyak di seluruh dunia yang mencapai 31 perusahaan.  Disusul Amerika Serikat (AS) sebanyak 12 fintech syariah dan Uni Emirate Arab sebanyak 11 fintech syariah.  

Guna mendukung pertumbuhan keuangan syariah di era digital, ia menyebut pihaknya yakni Dewan Syariah Nasional  Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) telah menyusun sejumlah strategi.

Pertama,  merumuskan panduan prinsipal syariah melalui fatwa terutama terkait produk keuangan digital. Saat ini, DSN sudah mengeluarkan sejumlah fatwa terkait fintech syariah. 

"Ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi DSN, terutama karena praktek ekonomi yang saat ini berkembang berbeda dengan praktek ekonomi di era sebelumnya," terang dia. 

(Baca: Dibayangi Ancaman Perang Dagang AS-Tiongkok, BI Dorong Ekonomi Syariah)

Kedua, menciptakan keseimbangan antara prinsip-prinsip syariah dan ekonomi.  Selama ini, menurut dia, aspek syariah cenderung dianggap kaku dan membatasi kegiatan ekonomi. Hal ini, menurut dia, tentu harus diubah tanpa melewati batasan-batasan syariah. 

"Karakter ekonomi syariah yang fleksibel menjadi alat untuk merespons perkembangan ekonomi," kata dia. 

Ketiga, menjaga integritas dan tata kelola yang baik pada operasional perusahaan keuangan syariah. Hal ini, menurut dia, antara lain dilakukan dengan memperkuat Dewan Pengawas Syariah (DPS). 

"Para DPS dituntut untuk selalu meningkatkan kompetensinya melalui pengembangan wawasan dan standardisasi provisi sehingga benar-benar memiliki nilai tambah dalam pengembangan keuangan syariah," jelas dia. 

Reporter: Cindy Mutia Annur