Dompet digital asal Tiongkok, Alipay, belum bisa beroperasi di Indonesia. Menurut Bank Indonesia (BI), Alipay harus memenuhi sejumlah persyaratan yang ditetapkan sebelum bisa digunakan di Indonesia.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, Alipay gagal bermitra dengan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) dan belum menyerahkan sejumlah dokumen. "Beberapa persyaratan belum lengkap. Jadi, kami kembalikan lagi," kata Perry seperti dikutip Antara, Senin (27/1).
Berikut ini lima fakta tentang rencana Alipay beroperasi di Indonesia.
1. Alipay harus bermitra dengan bank BUKU IV
Alipay selaku penyelenggara jasa sistem pembayaran (PJSP) asing membutuhkan acquirer atau pihak yang dapat memproses data uang elektronik yang diterbitkan oleh pihak lain. Maka dari itu, Alipay mesti menggandeng perbankan dalam negeri yang masuk dalam kategori bank umum kegiatan usaha (BUKU) IV yang memiliki modal inti di atas Rp 30 triliun. Bank-bank yang masuk kategori BUKU IV adalah BNI, PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), PT Bank Central Asia Tbk, dan PT Bank CIMB Niaga Tbk.
Alipay sebelumnya menjajaki kerja sama dengan BNI sejak 2018. Namun, BNI akhirnya membatalkan rencana kerja sama tersebut lantaran bank pelat merah itu akan fokus mengembangkan sistem pembayaran yang dimiliki bank-bank BUMN, yakni LinkAja. Deputi Gubernur BI Sugeng mengatakan, Alipay tengah menjajaki kerja sama dengan Bank Mandiri atau BRI.
(Baca: BI Tegaskan Wechat Pay dan Alipay Wajib Gunakan Rupiah dan QRIS)
2. Transaksi Alipay di Indonesia harus berbasis rupiah
BI juga mensyaratkan agar setiap transaksi yang dilakukan pengguna Alipay di Indonesia menggunakan mata uang rupiah, bukan mata uang asing.
"Kalau sudah bekerja sama dengan bank BUKU IV, settlement pembayarannya masuk dalam rupiah," ujar Sugeng seperti dikutip Suara.com, Senin (27/1).
3. Wajib menggunakan kode respons cepat QRIS
Alipay sebagaimana aplikasi pembayaran lainnya yang berlaku di Indonesia wajib menggunakan kode standar QRIS atau QR Code Indonesian Standard (QRIS). Kode respons cepat tersebut berlaku sejak 1 Januari 2020. BI menyebut ada beberapa keuntungan menggunakan QRIS, antara lain universal alias dapat digunakan untuk transaksi pembayaran di dalam dan luar negeri, mudah dan aman, menguntungkan penjual dan pembeli karena efisien, serta transaksinya berlangsung lebih cepat.
(Baca: Ekspansi Dompet Digital Tiongkok ke Indonesia)
4. Hanya bisa digunakan oleh wisatawan asing
Sistem pembayaran berbasis server dari luar negeri, seperti Alipay, hanya bisa digunakan oleh wisatawan manca negara selama belum mendapatkan izin dari BI. Sebelumnya, ditemukan banyak wisatawan asal Tiongkok menggunakan Alipay dan WeChatPay dalam transaksi di hotel maupun beberapa merchant di Bali pada akhir 2018. Hal ini mendorong BI memperketat aturan untuk PJSP asing itu. Saat ini, Alipay dan WeChat Pay telah beroperasi di beberapa negara Asia Tenggara, yakni Singapura, Thailand, dan Vietnam.
5. Alipay bakal bersaing dengan sistem pembayaran asing lainnya
Berbeda dengan Alipay, platform sistem pembayaran asal Tiongkok lainnya, WeChat Pay, telah terlebih dahulu mengantongi izin untuk beroperasi di Indonesia dengan menggandeng PT Bank CIMB Niaga Tbk awal bulan lalu.
“Baru CIMB Niaga dengan Tenpay atau WeChat Pay (yang mendapatkan izin),” ujar Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Filianingsih kepada Katadata.co.id, beberapa pekan lalu.
Selain WeChat Pay dan Alipay, Whatsapp juga dikabarkan bakal menyediakan layanan pembayaran di Indonesia. Whatsapp kabarnya tengah mendekati Gopay, OVO, dan Dana.
Reporter : Destya Galuh Ramadhani (Magang)