Kemenhub Keberatan Kerek Tarif Ojek Online jika Layanan Tak Meningkat

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Dua orang pengemudi ojek online berbincang di Jalan Thamrin, Jakarta, Senin (17/2/2020). Kementerian Perhubungan (Kemenhub) berencana menyesuaikan kembali tarif ojek online batas atas di Jakarta, Bogor, Depok, dan Tangerang (Jabodetabek) dengan tarif senilai Rp2.500 per kilometer.
Editor: Ratna Iskana
17/2/2020, 21.41 WIB

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terus mengevaluasi tarif ojek online. Namun, Kemenhub menegaskan tidak ada kenaikan tarif ojek online apabila tidak ada peningkatan layanan.

Direktur Angkatan Jalan Kemenhub Ahmad Yani mengatakan pihaknya telah mengevaluasi tingkat kemampuan konsumen apabila tarif ojek online naik. Selain itu, pemerintah telah menerima masukan dari YLKI.

"YLKI sudah berikan saran ke kami. Intinya YLKI inginnya tidak naik. Kami tegaskan lagi bahwa tidak akan ada kenaikan tarif ojek online kalau tidak ada peningkatan layanan," ujar Yani kepada Katadata.co.id, Senin (17/2). 

Setelah menerima masukan dari YLKI, pihaknya menunggu masukan dari Badan Perlindungan Konsumen Nasional. "Hasil survei dan masukan dari berbagai pihak itu kita analisis apakah konsumen mau dengan kenaikan," kata Yani.

Sejauh ini pemerintah memiliki dua opsi dari evaluasi tarif ojek online yaitu tetap dan ada kenaikan. Kemenhub memperkirakan tarif di daerah akan tetap karena ditakutkan permintaan dari konsumen akan berkurang. Sedangkan opsi kenaikan rencananya diterapkan di Jabodetabek karena tingginya permintaan. Namun dalam evaluasi tarif tersebut, Kemenhub mengacu pada kemampuan membayar atau willingnes to pay (WTP) konsumen.

(Baca: Maxim Usul Tarif Ojol Sesuai UMR Provinsi, Jakarta dan Riau Termahal)

Selain evaluasi tarif ojek online, Kemenhub juga menerima usulan kenaikkan tarif taksi online. Sebagian pengemudi taksi online menginginkan agar batas bawah di ketentuan tarif taksi online ditingkatkan. Namun, sebagian pengemudi meminta agar jarak terpendeknya yang perlu diubah.

Ia mengaku akan menampung usulan itu dan mempertimbangkan kenaikan tarif taksi online. Menurut Yani, Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 118 Tahun 2018 telah mengatur mengenai batas atas dan batas bawah tarif taksi online. Ia mengatakan, asal tidak melampaui batas atas, tarif taksi online bisa diubah.

Namun, untuk ke depan pihaknya akan fokus menjalankan terlebih dahulu evaluasi ojek online sebelum bicara tarif taksi online. "Yang ini (ojek online) dulu, baru nanti taksi online," ujar dia. 

(Baca: Taksi & Ojek Online Ingin Tarif Naik, Kemenhub Kaji Daya Beli Konsumen)

Di sisi lain, salah satu aplikator layanan berbagi tumpangan (ride hailing) Maxim memberikan usulan besaran tarif ojek online ditentukan berbeda di tiap provinsi. Tidak seperti yang saat ini berlaku, yaitu skema tarif mengacu tiga zonasi. 

Maxim menginginkan tarif disesuaikan dengan Upah Minim Regional (UMR). Dari usulan Maxim, tarif minimal untuk jarak 2 kilometer berbeda-beda tiap provinsi menyesuaikan dengan UMR provinsi masing-masing. Tarif paling besar Rp 4.500 ada di DKI Jakarta dan Kepulauan Riau. Sedangkan tarif paling kecil Rp 2.500 di Jawa Timur, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Maxim mengusulkan skema ini karena ada perbedaan daya beli di setiap daerah. Meskipun, ada kebutuhan yang sama akan transportasi.

"Harusnya dapat menjadi pertimbangan dalam keputusan mengenai tarif," ujar Direktur Pengembangan Maxim di Indonesia, Dmitry Radzun seperti dikutip dari siaran pers perusahaan pada beberapa waktu lalu (13/2).

(Baca: Tarif Ojol Dievaluasi, Gojek & Grab Harap Akomodir Aneka Kepentingan)

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan