Facebook memberikan data lokasi penggunanya kepada 150 organisiasi peneliti dan organisasi nirlaba untuk menjadi bahan penelitian mengenai prediksi penyebaran virus corona. Namun Facebook menegaskan bahwa data informasi lokasi yang dibagikan sudah teranonimkan dan teragregasi.
Selain itu perusahaan teknologi yang didirikan oleh Mark Zuckerberg ini juga menambahkan poin data baru bagi para peneliti, termasuk informasi tentang apakah orang-orang tinggal di rumah, dan informasi lainnya.
"(Yakni materi) yang merinci probabilitas bahwa orang-orang di satu daerah akan berhubungan dengan orang-orang di tempat lain," ujar Facebook seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (7/4).
Selain itu, Facebook juga bakal menempatkan unggahan pengguna di halaman teratas di Amerika Serikat (AS) untuk mengarahkan mereka ke survei Universitas Carnegie Mellon. Melalui survei itu, pengguna akan diminta untuk melaporkan sendiri kemungkinan gejala Covid-19.
(Baca: Cek Fakta hingga Blokir, Cara Facebook dan Google Tangkal Hoaks Corona)
Sumber dari Facebook menyebutkan bahwa survei ini dimaksudkan untuk membantu para peneliti kesehatan memantau dan memprediksi penyebaran Covid-19 dengan lebih baik.
"(Peneliti) tidak akan membagikan tanggapan survei individu dengan Facebook, dan kami tidak akan berbagi informasi tentang siapa Anda dengan para peneliti tersebut," ujar sumber tersebut.
Di Universitas Harvard, para peneliti menggunakan informasi untuk mengukur apakah pemerintah merekomendasikan langkah-langkah pembatasan sosial atau social distancing. Penelitian ini dapat membantu mengurangi penyebaran virus yang telah menginfeksi 1,4 juta orang postif Covid-19 di seluruh dunia.
Mobilitas Masyarakat Menurun 50% Lebih
Pekan lalu, Google LLC merilis laporan mengenai pergerakan individu di beberapa tempat selama pandemi corona melalui laporan bertajuk "Covid-19 Community Mobile Report" yang mencakup 131 negara. Hasilnya, terlihat ada penurunan signifikan pada mobilitas masyarakat, termasuk di Indonesia.
(Baca: Facebook Kucurkan Rp 1,6 Triliun Bantu UMKM Terdampak Corona)
Laporan ini mencatat, mobilitas masyarakat di Indonesia terlihat menurun signifikan, hampir di seluruh sektor. Transportasi tercatat mengalami penurunan mobilitas yang paling tinggi, yakni 54%. Diikuti oleh tempat-tempat wisata seperti taman nasional, pantai, plaza, dan taman, dengan penurunan hingga 52%.
Kemudian, mobilitas di tempat-tempat seperti restoran, kafe, pusat perbelanjaan, taman hiburan, museum, perpustakaan, dan bioskop menurun 47%. Begitu juga mobilitas di tempat-tempat seperti, toko bahan kebutuhan pokok, pasar, gudang makanan, toko makanan khusus dan apotik tercatat turun 27%.
Sedangkan, mobilitas di area perkantoran hanya turun 15%. Peningkatan hanya tercatat di area residensial, yakni meningkat 15%. Hal ini agaknya disebabkan karena beberapa kantor sudah memberlakukan imbauan bekerja di rumah atau work from home, sejak pertengahan Maret 2020.
Dari seluruh negara yang tercatat dalam laporan ini, Italia merupakan yang paling ekstrem penurunan mobilitasnya. Tercatat, mobilitas di sektor ritel dan rekreasi turun 94%, kemudian sektor perbelanjaan dan farmasi turun 85%, dan tempat wisata seperti pantai turun 90%.
(Baca: Kominfo Temukan 1.096 Hoaks Corona, 77 Kasus Ditangani Kepolisian)
Penurunan mobilitas yang sangat signifikan di Italia ini merupakan imbas dari status negara tersebut yang menjadi episentrum pandemi corona di Eropa.
Meski menggunakan data riwayat perjalanan penggunanya, namun Google memastikan, bahwa privasi data tetap terjaga. Dalam laporan terlihat tidak adanya pengungkapan data individu, kontak atau data pribadi lainnya. "Laporan ini dihasilkan dari kumpulan data yang dianonimkan," kata Google awal bulan ini, dikutip dari Tech Crunch.