PT Indofarma Tbk (INAF) ingin menambah modal lewat penerbitan saham dengan hak memesan efek terlebih dahulu atau rights issue. Namun, perusahaan baru akan menjalankan aksi korporasi tersebut setelah kinerja keuangan membaik.
Direktur Keuangan PT Indofarma Herry Triyatno mengatakan bila rights issue dipaksakan dengan kondisi keuangan perusahaan seperti saat ini, maka respons pasar tidak akan postif. Maka itu, perusahaan mencoba fokus dulu pada perbaikan kinerja keuangan.
"Memang cita-cita kami melakukan second rights issue. Tapi beban keuangan kami cukup berat, jadi kami perbaiki struktur keuangan dulu," ujarnya saat ditemui usai Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) di Jakarta, Rabu (18/9).
(Baca: Indofarma Tagih Pemerintah Bayar Utang BPJS Sebesar Rp 60 Miliar)
Pada semester I 2019, INAF kembali mencatatkan rapor merah. Perusahaan rugi Rp 24,35 miliar, setelah mampu untung Rp 253,19 juta pada periode sama tahun sebelumnya.
Penjualan anjlok 12,04% menjadi Rp 368,81 miliar. Di sisi lain, beban pokok penjualan hanya turun 2,84% menjadi Rp 256,83 miliar. Seiring perkembangan tersebut, aset INAF menyusut menjadi Rp 1,4 triliun. Sedangkan, liabilitas dan ekuitas perseroan masing-masing sebesar Rp 927,56 miliar dan Rp 472,29 miliar.
INAF menerapkan Turnaround Strategy untuk kembali mencetak laba. Strategi tersebut terdiri dari perbaikan portofolio segmen penjualan, perbaikan portofolio produk, perbaikan struktur keuangan dan efesiensi biaya, penguatan Sumber Daya Manusia dan fungsi penunjang, serta disiplin dalam eksekusi.
Sesuai strategi tersebut, perusahaan akan fokus dalam pengembangan dua jenis bisnis yaitu Diagnostic and Medical Equipment, serta Extract and Natural Medicine. Perusahaan juga akan meminta penataan ulang waktu jatuh tempo kewajiban kepada perbankan (reprofilling). "Agar fudamental keuangan kami lebih bagus," ujarnya.