Kuasa hukum sekaligus pemegang saham PT Sriwijaya Air, Yusril Izra Mahendra menjelaskan duduk persoalan antara kliennya dengan PT Garuda Indonesia Airlines Tbk (GIAA). Menurutnya, permasalahan di antara kedua maskapai ini terjadi karena ketidakjelasan perjanjian awal kerja sama yang dibuat pada November 2018 lalu.
Yusril mengatakan, pihak Sriwijaya merasa dominasi Garuda menjadi terlalu besar lewat perjanjian kerja sama itu. Hal tersebut, kata Yusril, membuat operasional Sriwijaya tidak efisien.
Padahal, tujuan kerja sama kedua pihak adalah meningkatkan kapabilitas Sriwijaya untuk bisa membayar utangnya kepada beberapa BUMN. "Di sini terjadi dispute sebenarnya," kata Yusril di Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Jakarta, Kamis (7/11).
Yusril mencontohkan, perawatan atau maintenance pesawat yang biasanya dilakukan oleh Sriwijaya saat ini dikerjakan PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk. (GMF). Hal tersebut membuat biaya yang dikeluarkan Sriwijaya untuk maintenance menjadi lebih mahal daripada sebelumnya.
Sriwijaya juga selama ini memiliki asrama untuk menampung kru pesawat. Hanya saja, lewat kerja sama tersebut, kru pesawat dipindahkan ke hotel.
"Menurut persepsi Sriwijaya, utang bukannya berkurang malah membengkak selama di-manage oleh Garuda," kata Yusril.
(Baca: Diisukan Pecah Kongsi, Menhub Bakal Panggil Garuda dan Sriwijaya)
Permasalahan berlanjut setelah bentuk kerja sama operasional (KSO) berubah menjadi kerja sama manajemen (KSM). Lewat perubahan perjanjian kerja sama tersebut, Yusril menuding Garuda secara sepihak menetapkan biaya manajemen (management fee) sebesar 5%.
Garuda juga menetapkan pembagian laba (profit sharing) sebesar 65% dari laba usaha Sriwijaya. "Akibatnya perusahaan bisa kolaps kalau begitu. Jadi ini sebenarnya mau menyelamatkan Sriwijaya atau malah menghancurkan Sriwijaya?" kata Yusril.
Atas persoalan tersebut, Yusril mengaku sudah berbicara dengan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dan pihak Garuda. Menurut Yusril, dalam pembicaraan tersebut diajukan perpanjangan perjanjian kerja sama Sriwijaya dan Garuda untuk sementara waktu.
(Baca: Baru Sebulan Rujuk, Garuda Pecah Kongsi dengan Sriwijaya Air?)
Hal lain yang diajukan adalah mengenai adanya revisi atas perjanjian kerja sama kedua maskapai. "Disepakati (perpanjangan perjanjian kerja sama) untuk tiga bulan, tapi segera diadakan akan revisi," kata Yusril.
Yusril mengaku akan segera menyampaikan proposal tersebut kepada para pemegang saham Sriwijaya. Nantinya, mereka yang akan menentukan apakah akan melanjutkan kerja sama dengan Garuda atau menghentikannya sama sekali.
Jika pun kerja sama dilanjutkan dan direvisi, Yusril menilai akan ada pergantian jajaran direksi agar tak terjadi konflik kepentingan. "Kan agak susah kalau direksi Garuda me-manage Sriwijaya, sementara ini kami ada konflik kepentingan," kata Yusril.
Sementara itu, Direktur Utama Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra dan VP Corporate Secretary Garuda Indonesia M. Ikhsan Rosan enggan menjawab masalah kisruh antara Garuda dan Sriwijaya. Mereka langsung meninggalkan Kemenko Maritim dan Investasi setelah pertemuan selesai digelar.