Bayar Utang Masa Lalu, PTPN I Cicil ke Bank Rp 44 Miliar Tiap Bulan

ANTARA FOTO/Akbar Tado
Ilustrasi kelapa sawit. Kondisi likuiditas PTPN I yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit dan karet semakin tertekan seiring beban cicilan utang yang sangat besar.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
5/12/2019, 14.13 WIB

PT Perkebunan Nusantara I (PTPN I) tengah mengalami tekanan likuiditas. Pasalnya, perusahaan perkebunan pelat merah ini harus membayar utang hingga 40% dari pendapatannya tahun ini. Sedangkan tahun depan, rasionya bisa membengkak hingga 60%.

"Saya sampaikan, pada 2019 ini, saya kerja untuk bank. Sedangkan, pada 2020 saya sudah menjadi budak bank," kata Direktur Utama PTPN I, Uri Mulyari dihadapan Komisi IV dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (5/12).

Uri menambahkan, mulai Januari tahun depan, perusahaan harus mulai membayar cicilan utang bank sejumlah Rp 44 miliar setiap bulannya yang merupakan cicilan utang masa lalu. Kendati demikian, Uri menegaskan bahwa PTPN I tidak pernah telat dalam membayar kewajibannya ke bank.

Kendati demikian, dia menilai rasio cicilan utang bank yang sehat untuk PTPN I sebesar 30% dari total pendapatan. Kemudian  30% pendapatan digunakan untuk operasional perusahaan, lalu 30% lainnya bisa digunakan untuk membayar kebutuhan lainnya seperti dividen.

(Baca: PTPN III Ekspor Perdana Produk Minyak Sawit ke Amerika Serikat)

Sementara, beban yang ditanggung PTPN I untuk perusahaan rekanan biasanya mencapai Rp 24 - 30 miliar per bulan yang digunakan untuk merawat tanaman, mengangkut produksi, mengangkut CPO, serta aktivitas di pabrik.

"Jadi, ini (pendapatan) banyak tersedot untuk bayar cicilan ke bank," kata Uri menambahkan. Sehingga, dengan tersedotnya pendapatan tersebut membuat bottom line perusahaan ikut tergerus, di mana menurut Uri hingga Oktober 2019 PTPN I telah membukukan kerugian hingga Rp 80 miliar.

Penyehatan Terus Berjalan Sejak 2017

Meski begitu, sejak Uri menjabat sebagai direktur utama pada Juli 2016, program penyehatan perusahaan sudah dimulai dengan dukungan dari Holding Perkebunan BUMN yang dipimpin oleh PTPN III. Program penyehatan tersebut terkait dengan kondisi tanaman yang secara kultur teknis sudah minim perawatan sehingga produktivitas sangat jauh dari harapan.

Berkat program penyehatan tersebut, pemupukan tanaman sudah bisa dimulai sehingga produksi pun meningkat. Pada 2017, produksi tandan buah segar mencapai 12 ton per hektare (ha) per tahun, kemudian naik menjadi 14 ton setahun kemudian, dan tahun ini produksinya diperkirakan bisa mencapai 17 ton.

(Baca: Akhir 2019, Lahan Sawit Bersertifikat Ditargetkan Capai 5,5 Juta Ha)

"Dengan program ini, tahun 2020 kami targetkan jumlah produksi sebanyak 21 ton per hektare per tahun," kata Uri menambahkan.

Seperti diketahui, PTPN I merupakan perusahaan pelat merah yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit dan karet yang mengelola empat kebun sawit dan dua kebun campuran di Provinsi Aceh. PTPN I juga mengoperasikan tiga pabrik kelapa sawit dengan total kapasitas pengolahan mencapai 120 ton tandan buah segar/jam.

Adapun, pada 2018 perusahaan mampu memproduksi sebanyak 436 ribu ton tandan buah segar, 91 ribu ton minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Sementara produktivitas lahan mencapai 13 ton tandan buah segar per hektare (ha) dan 2,8 ton/ha CPO.

(Baca: Danai Modal Kerja dan Ekspansi, PTPN III Dapat Pinjaman Rp 5,4 T)

Reporter: Ihya Ulum Aldin