Warga Rembang yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) mendatangi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk bertemu dengan Menteri BUMN Erick Thohir. JM-PPK ingin melakukan audiensi terkait kerusakan lingkungan akibat penambangan semen oleh PT Semen Indonesia.
Namun, kedatangan sejumlah anggota JM-PPK tak berbuah manis. Erick belum menerima surat audiensi yang dilayangkan oleh JM-PPK kemarin sehingga audensi belum bisa dilakukan. "Kami berpikir untuk melakukan audiensi, karena masalah ini salah satu KPI (Key Performance Index) Pak Erick,” kata Ketua JM-PPK Gunretno, di Kantor Kementerian BUMN, Kamis (19/12).
Gunretno menjelaskan kerusakan lingkungan di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah terjadi sejak 2012 seiring penambangan gamping dan kapur di area Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih Pegunungan Kendeng. Hal itu diperparah dengan masuknya Semen Indonesia ke area CAT.
(Baca: Luhut: Tak Ada Alasan Pembangunan Pabrik Semen Rembang Berhenti)
Akibat penambangan tersebut, petani tak bisa bercocok tanam, karena air tanah yang tercemar. Namun, ia belum bisa memastikan berapa luas lahan petani yang terkena dampak kerusakan lingkungan. "Di sana belum bisa menanam sampai sekarang, menanam jagung mati lagi. Area untuk mendapatkan pakan ternak juga habis," kata dia.
Ia pun mempertanyakan kehadiran Semen Indonesia di Rembang. Sebab, berdasarkan dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang disusun pemerintah pada 2017, semestinya tidak boleh ada izin tambang lagi di tujuh Kabupaten Jawa Tengah, di antaranya Grobogan, Pati, Blora, dan Rembang. Namun, Semen Indonesia mendapatkan izin.
(Baca: Polemik Semen Rembang, Badan Geologi Ungkap Kajian Awal Watuputih)
Ia juga mempertanyakan janji dari Semen Indonesia, sat terbitnya KLHS, bahwa perusahaan tidak akan melakukan penambangan di wilayah CAT, namun kenyataannya perusahaan turut menambang di daerah tersebut. "Sepengetahuan saya kalau sudah ada izin tambang di area itu, tidak boleh dikeluarkan izin lagi, tidak boleh di wilayah yang sama," kata dia.