Produsen baja pelat merah PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) bakal menjadi anak usaha PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) yang merupakan induk usaha BUMN Pertambangan atau MIND ID. Krakatau Steel bahkan sudah masuk dalam klaster industri dasar dan tambang.
Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim menjelaskan rencana perusahaan masuk dalam induk tambang direncanakan sejak era Menteri BUMN Rini Soemarno. Namun, rencana tersebut terbentur dengan restrukturisasi utang.
Jika perusahaan terkonsolidasi saat restrukturisasi belum rampung, maka bakal menganggu induk tambang secara finansial. "Skenarionya masuk ke induk tambang, tapi saat ini kami masih restrukturisasi. Jadi kami sepakat, setelah selesai kami akan masuk," kata Silmy usai public expose di Kantor Kementerian BUMN, Selasa (28/1).
Biarpun begitu, ia menyebutkan KRAS telah masuk dalam satu klaster dengan Mind ID. Sehingga pada saat rapat koordinasi bulanan bersama Menteri BUMN bersamaan dengan perusahaan tambang lainnya.
(Baca: Krakatau Steel Tuntaskan Restrukturisasi Utang Rp 27 T di 10 Bank)
Adapun perusahaan dengan kode emiten KRAS itu telah menyelesaikan restrukturisasi utang sebesar US$ 2 miliar atau sekitar Rp 27 triliun di 10 bank nasional. Ini diklaim sebagai restrukturisasi terbesar yang pernah terjadi di Indonesia.
Kesepakatan restrukturisasi telah ditandatangani oleh 10 bank secara bertahap pada periode 30 September 2019 sampai 12 Januari 2020. Bank yang dimaksud yakni Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), ICBC Indonesia, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Bank Central Asia (BCA), Bank DBS Indonesia, Bank OCBC NISP, Standard Chartered Bank, dan CIMB Niaga.
Restrukturisasi bakal berjalan selama periode sembilan tahun yaitu dari 2019 sampai 2027. Dengan restrukturisasi utang itu, beban bunga dan kewajiban pembayaran pokok pinjaman menjadi lebih ringan sehingga membantu perbaikan kinerja dan memperkuat arus kas perusahaan.
"Melalui restrukturisasi ini, total beban bunga sembilan tahun utang dapat diturunkan secara signifikan dari US$ 847 juta menjadi US$ 466 juta. Selain itu, penghematan biaya bisa didapatkan dari restrukturisasi utang selama sembilan tahun sebesar US$ 685 juta," kata Silmy.
(Baca: Kebut Proyek Kilang, Pertamina Rangkul Barata hingga Krakatau Steel)