Perusahaan baja pelat merah Krakatau Steel (KRAS) telah menyelesaikan restukturisasi utang sebesar US$ 2 miliar atau sekitar Rp 27 triliun di 10 bank nasional. Perusahaan juga melakukan berbagai langkah efisiensi untuk memperbaiki kinerja keuangan.

Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim menjelaskan pihaknya melakukan efisiensi biaya operasional di antaranya dengan penghematan listrik, optimalisasi logistik, dan penggabungan beberapa divisi kerja menjadi satu unit.

"Kami turunkan (biaya) secara signifikan. Ini terbukti menghasilkan tambahan income. Itu hal yang baik, karena jadi ramping," kata Silmy, ketika ditemui usai public expose di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (28/1).

(Baca: Krakatau Steel Tuntaskan Restrukturisasi Utang Rp 27 T di 10 Bank)

Sejak tahun lalu, perusahaan juga melakukan pembenahan bisnis dengan menutup pabrik-pabrik yang tak lagi efisien. Ke depan, pembenahan bisnis masih akan dilanjutkan yakni dengan melepas anak atau cucu usaha yang tidak sesuai bisnis inti dan membebani keuangan perusahaan.

Saat ini, Krakatau Steel memiliki 11 anak usaha dan 60 cucu usaha, dengan bisnis yang beragam, termasuk bisnis air bersih dan produsen listrik. Silmy menyatakan pihaknya tengah melakukan pemetaan bisnis. Tujuannya, untuk mengetahui bisnis yang masih dalam lingkup bisnis inti dan mengutungkan, yang tidak berhubungan dengan bisnis inti dan mengutungkan, serta yang tidak berhubungan dan tidak menguntungkan.

"Kami akan fokus, memang itu arahan Menteri BUMN, kami itu fokusnya baja, jadi yang berhubungan saja," ujarnya. Mekanisme pelepasan anak usaha tengah dikaji. Mekanisme yang mencuat yakni melalui jalur penawaran saham perdana (IPO).

(Baca: Krakatau Steel Bersiap Jadi Anggota Baru Holding BUMN Pertambangan)

Adapun sederet langkah efisiensi, pembenahan bisnis, hingga restrukturisasi utang adalah bagian dari upaya penyelamatan dan penyehatan perusahaan. Adapun Krakatau Steel telah menyelesaikan restrukturisasi utang sebesar US$ 2 miliar atau sekitar Rp 27 triliun di 10 bank nasional.

Kesepakatan restrukturisasi telah ditandatangani oleh ke-10 bank secara bertahap pada periode 30 September 2019 sampai 12 Januari 2020. Bank yang dimaksud yakni Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), ICBC Indonesia, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Bank Central Asia (BCA), Bank DBS Indonesia, Bank OCBC NISP, Standard Chartered Bank, dan CIMB Niaga.

Dengan restrukturisasi utang ini, beban bunga dan kewajiban pembayaran pokok pinjaman menjadi lebih ringan sehingga membantu perbaikan kinerja dan memperkuat arus kas perusahaan. Adapun restrukturisasi ini untuk periode waktu sembilan tahun yaitu dari 2019 sampai 2027.

"Melalui restrukturisasi ini, total beban bunga sembilan tahun utang dapat diturunkan secara signifikan dari US$ 847 juta menjadi US$ 466 juta. Selain itu, penghematan biaya bisa didapatkan dari restrukturisasi utang selama sembilan tahun sebesar US$ 685 juta," ujar Silmy.