Tony Fernandes, CEO AirAsia Tersandung Perkara Suap Airbus

ANTARA FOTO/AUDY ALWI
CEO AirAsia Group Tony Fernandes (kiri), menandatangani poster saat peluncuran bukunya yang berjudul Flying High: Kisahku Membangun AirAsia, di Jakarta, Kamis (4/7/2019). Buku tersebut mengisahkan perjalanan hidup Tony Fernandes dari mulai bekerja sebagai staf di sebuah perusahaan penerbangan, staf perusahaan musik, hingga akhirnya sukses memiliki perusahaan penerbangan sendiri yakni AirAsia.
Penulis: Pingit Aria
4/2/2020, 16.53 WIB

CEO AirAsia Group Tony Fernandes mundur sementara dari jabatannya karena tersandung terkara suap dari produsen pesawat Airbus. Fernandes tak sendiri. Mitranya, CEO Tune Group Kamarudin Meranun turut mundur minimal dua bulan selama masa penyelidikan.

Berdasarkan laman The Straits Times, Selasa 4 Februari 2020, AirAsia  diduga menerima uang suap untuk memenangkan penawaran pesawat dari Airbus. Kasus ini ditangani pihak berwenang di Perancis, Inggris dan Amerika Serikat.

AirAsia yang berbasis di Malaysia terseret dalam penyelidikan suap oleh Serious Fraud Office (SFO) Inggris, karena dua eksekutif perusahaan yang diduga terlibat. Dikutip dari AFP, sebuah dokumen SFO menyebut Airbus Group SAS, telah membayar US$ 50 juta sebagai sponsor untuk sebuah tim olahraga yang dimiliki oleh dua eksekutif AirAsia. Dana sponsor tersebut diduga sebagai hadiah atas pesanan 180 unit pesawat, yang kemudian diubah menjadi 135 unit. 

(Baca: Terseret Dugaan Suap Airbus, Tony Fernandes Mundur dari AirAsia)

Dokumen itu tidak menyebut nama eksekutif yang dimaksud. Namun, Fernandes dan Kamarudin memang dikenal sebagai pecinta olahraga. Keduanya pernah memiliki tim balap Formula 1 Caterham yang kini sudah tidak ada, namun diduga sempat mendapatkan sponsor dari Airbus.

Fernandes juga merupakan pemegang saham terbesar klub bola London, Queens Park Rangers. Ia juga menjabat sebagai Direktur klub Petailing Jaya Rangers yang bermarkas di Petailing Jaya, Selangor, Malaysia.

Baik Fernandes maupun Kamarudin membantah tuduhan tersebut. Dalam sebuah pernyataan bersama, keduanya menyatakan bahwa mereka tidak akan merugikan perusahaan. "Kami tidak akan merugikan perusahaan yang telah bangun sepanjang hidup hingga menjadi entitas global seperti saat ini.”

Bagaimanapun, AirAsia mengatakan tidak pernah memutuskan untuk membeli pesawat atas pertimbangan suap. Pihak maskapai juga akan bersikap kooperatif dengan Malaysian Anti-Corruption Commission (MACC) yang turut menyelidiki kasus ini.

Tony Fernandes lahir di Kuala Lumpur, Malaysia pada 30 April 1964. Setelah menyelesaikan kuliahnya di London School of Economics pada 1987, ia sempat bekerja sebagai auditor Virgin Airlines milik Richard Branson. Kemudian, pada 1987 hingga 1989, ia menjadi pengawas keuangan Virgin Records.

(Baca: Pendapatan Penumpang dan Kargo Naik, Margin Laba Citilink Tumbuh 5%)

Kembali ke Malaysia pada umur 27 tahun, ia menjadi Managing Director Warner Music Sdn Bhd. Selanjutnya, pada 1992 hingga 2001, ia menjadi Wakil Presiden Warner Music Group Asia Tenggara. Saat Time Warner Inc. bergabung dengan America Online, Fernandes meninggalkan perusahaannya untuk mengejar mimpi membangun sebuah maskapai penerbangan tarif rendah, namun permohonan lisensinya ditolak pemerintah Malaysia.

Tony kemudian membeli AirAsia dari pemerintah Malaysia dengan harga kurang dari US$1 pada 2001. Ia berhasil membawanya dari ambang kebangkrutan hingga menjadi salah satu maskapai kelas dunia. AirAsia kini menjadi maskapai berbiaya rendah yang terbilang sukses merajai langit Asia Tenggara.

Pria 54 tahun itu pun membocorkan rahasia suksesnya. “Saya pikir kekuatan terbesar saya, adalah menemukan orang-orang hebat,” ucap Fernandes dalam konferensi keuangan Money 2020 di Singapura, baru-baru ini.

Fernandes mengatakan, ia dikelilingi oleh orang-orang yang bisa dipercaya dan memiliki keterampilan yang mumpuni. "Sebagian besar pengusaha berpikir mereka tahu semuanya, tetapi yang benar Anda harus mendengarkan orang lain di sekitar Anda," ujarnya.

Sejak mengakuisisi AirAsia, Fernandes fokus untuk menumbuhkan tim yang awalnya hanya memiliki 200 staf dan dua pesawat usang. Saat ini, AirAsia memiliki 20 ribu staf dan mengoperasikan 250 armada.

(Baca: KPK Periksa Dua Mantan Pejabat Garuda Indonesia )