Hotel Enggan Layani Karantina Pasien Corona karena Ganggu Reputasi

ANTARA FOTO/FB Anggoro/hp.
Ilustrasi, sebuah hotel tutup sementara akibat pandemi corona. Sektor perhotelan saat ini tengah tertekan, karena adanya pandemi corona membuat tingkat okupansi turun hingga di bawah 10%, atau mendekati nol.
7/4/2020, 18.14 WIB

Industri perhotelan tengah mengalami kondisi yang sulit di tengah serangan pandemi virus corona, yang membuat tingkat okupansinya turun di bawah 10%.

Beberapa hotel mencoba meningkatkan okupansi dengan memberikan layanan kamar bagi orang yang ingin mengkarantina diri dan tempat beristirahat bagi tenaga medis.

Namun, menurut Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta Krishandi, cara ini urung dilakukan semua hotel lantaran mempertimbangkan banyak hal.

"Ada hotel (swasta) yang menawarkan paket untuk karantina, masing-masing dengan caranya sendiri. Namun, ada juga yang tidak mau menerima dokter dan perawat meskipun dengan standar operasional (SOP) baru," kata Krishandi, kepada katadata.co.id, Selasa (7/4).

Menurutnya, pemilik hotel mempertimbangkan kelangsungan bisnis ketika pandemi corona mereda. Pemilik hotel, ia katakan, khawatir kepercayaan konsumen akan turun terhadap hotel yang pernah digunakan sebagai tempat karantina orang terindikasi positif virus corona.

Begitu pula dengan hotel yang menjadi tempat menginap tenaga medis yang menangani pasien positif corona. Dikhawatirkan saat pandemi corona reda masyarakat tetap enggan untuk menginap.

(Baca: Dampak Corona di RI, 1.266 Hotel Ditutup & 150 Ribu Pekerja Dirumahkan)

"Setelah pandemi corona berlalu, ketika kondisi sudah normal bisnis sudah kembali jalan, tamu-tamu akan teringat ini hotel yang pernah terima pasien rumah sakit rujukan corona," kata dia.

Krishandi menjelaskan, hingga saat ini setidaknya sudah ada tiga hotel yang menyediakan seluruh kamarnya sebagai tempat isolasi mandiri atau tempat menginap tenaga medis yang menangani pasien corona.

Lebih lanjut, Krishandi menjelaskan saat ini industri perhotelan tak memiliki banyak pilihan untuk mempertahankan bisnisnya. Di saat yang sama, opsi merumahkan sementara atau pemutusan hubungan kerja (PHK) diambil, akibat tingkat okupansi yang telah mencapai titik terendah.

Kondisi ini terlihat dari penutupan 1.700 hotel di Indonesia dan lebih dari 150.000 karyawan telah dirumahkan. Apalagi, bantuan pemerintah yang diharapkan untuk menyelamatkan kondisi keuangan perusahaan, tak kunjung datang.

"Sebentar lagi DKI Jakarta disetujui untuk PSBB, itu berarti angkutan dikurangi, tempat umum ditutup dan tidak tahu nasib hotel apa masih diizinkan beroperasi atau tidak," kata dia.

Langkah menyulap hotel menjadi tempat tinggal sementara bagi para tenaga medis sebelumnya telah dijalankan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Pasalnya, banyak tenaga medis yang memilih tak pulang ke rumah lantaran takut menularkan virus kepada keluarganya.

Hotel milik Pemprov DKI Jakarta yang digunakan untuk menginap tenaga medis tersebut adalah, Hotel Grand Cempaka, di Cempaka Putih, Jakarta Pusat.

(Baca: Wishnutama Gandeng Jaringan Hotel untuk Tampung 1.100 Tenaga Medis)

Reporter: Tri Kurnia Yunianto