Dua Penyebab Operasi Pasar Beras oleh Bulog Tak Capai Target

Antara Foto / Rony Muharrman
Seorang pekerja sedang memasukan beras di sebuah gudang Bulog di Pekan Baru, Riau.
Penulis: Rizky Alika
28/12/2018, 05.53 WIB

Walau tak signifikan, harga beras dalam tiga minggu terakhir merangkak naik. Karena itu Badan Urusan Logistik (Bulog) menggelar operasi pasar. Sayangnya, program stabilisasi harga tersebut belum sukses.

Sebelumnya, target operasi pasar sebesar 15 ribu ton beras per hari. Namun, realisasinya hanya 2-3 ribu ton. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution membenarkan masih rendahnya hasil operasi pasar oleh Bulog ini.

(Baca: Bulog Sebut Stok dan Harga Pangan Aman Jelang Natal dan Tahun Baru)

Menurut dia, daya serap yang rendah disebabkan oleh perbedaan preferensi masyarakat. “Bulog punya merek loh, “Beras Kita”, yang medium. Tapi orang punya preferensi merek. Bagaimana penertrasi ke sana, itu tidak mudah,” kata Darmin di kantornya, Jakarta, Kamis (27/12).

Faktor kedua penyebab daya serap operasi pasar rendah yakni pedagang ritel menginginkan keuntungan besar. Keuntungan menjual beras selain dari Bulog dapat mencapai Rp 500-1.000 per kilogram. Sementara beras Bulog hanya memberikan laba kecil sebesar Rp 300 per kilogram.

Kemarin, Presiden Joko Widodo memanggil Darmin, Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno, dan Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso ke Istana Negara. Pemanggilan itu terkait kenaikan harga beras selama tiga minggu terakhir.

(Baca: Harga Beras Naik, Jokowi Instruksikan Bulog Gelar Operasi Pasar)

Dari data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga beras medium satu secara rata-rata nasional naik Rp 50 menjadi Rp 11.900 per kilogram. Oleh sebab itu, Jokowi, demikian Presiden biasa dipanggil, meminta Bulog segera menggelar operasi pasar kembali untuk menekan harganya. “Presiden memerintahkan operasi pasar lebih besar lagi,” ujar Darmin.

Mendapat perintah tersebut, Budi Waseso mengatakan siap melaksanakannya pada Januari hingga Maret 2019. Periode tersebut dipilih karena pada umumnya petani belum memasuki masa panen raya. Pihaknya akan mengintervensi dengan menggelontorkan beras di pasar.

Menurut Budi, stok beras di gudang Bulog saat ini 2,2 juta ton. Jumlah tersebut diniali sangat memadai untuk mendukung operasi pasar maupun keperluan lain. Dia berharap 1,5 juta ton beras dapat diserap dalam empat bulan ke depan. “April, Mei, hingga Juni baru panen raya. Sebelum itu kami antisipasi agar tak ada lonjakan harga,” kata Budi.