Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga mengingatkan calon investor melakukan tujuh langkah sebelum berinvestasi di bidang komoditi berjangka. Ini agar tak ada penipuan yang terjadi dari transaksi sektor tersebut.
Jerry mengatakan tujuh langkah itu adalah mempelajari latar belakang perusahaan, mempelajari transaksi dan penyelesaian perselisihan, mengetahui kontrak berjangka komoditi yang dijual, serta tidak percaya dengan janji keuntungan tinggi.
Selain itu investor perlu mempelajari wakil pialang berjangka yang berizin di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), mengetahui dokumen perjanjian, dan tahu potensi risiko investasi.
“Saya mengimbau masyarakat dan calon investor hati-hati,” kata Jerry di Jakarta, Kamis (5/12).
(Baca: Peluang Investasi Emas Digital dan Aturan Mainnya di Bappebti)
Untuk memberikan rasa aman bagi investor, Kemendag juga bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta penyedia layanan domain untuk memblokir situs pelaku usaha perdagangan komoditi ilegal.
Selain itu Bappebti juga menggandeng Satuan Tugas Waspada Investasi yang terdiri dari Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, dan Polri untuk menghentikan kegiatan investasi berjangka komoditas abal-abal. Ini termasuk seminar atau promosi yang diadakan pelaku ilegal.
“Ini dilakukan untuk memberikan kepastian hukum dan kepastian berusaha kepada nasabah dan stakeholder di industri,” kata
Jerry mengatakan imbauan tersebut penting karena semakin banyak investor masuk industri perdagangan berjangka komoditi (PBK). Pada Januari hingga Oktober 2019 transaksi PBK meningkat 27,06% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
“Sedangkan pada 2018 volume transaksi perdagangan berjangka meningkat sebesar 25,20% dibandingkan tahun 2017," kata Jerry.
(Baca: Lima Langkah Memulai Investasi bagi Milenial)
Salah satu komoditi yang menunjukkan tren positif tahun ini adalah fisik timah murni batangan. Usai peluncuran tanggal 25 Agustus 2019 lalu, nilai perdagangannya terus meningkat dan saat ini mencapai US$ 261,5 juta atau sekitar Rp 3,7 triliun.