Uni Eropa Berlakukan Bea Masuk 18% ke Biodiesel RI selama 5 Tahun

KATADATA/Arief Kamaludin
Ilustrasi biodiesel. Uni Eropa resmi mengenakan bea masuk untuk produk biodiesel Indonesia dengan besaran yang bervariasi antara 8-18% mulai Januari 2020.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Ameidyo Daud
10/12/2019, 16.24 WIB

 Uni Eropa resmi mengenakan bea masuk untuk produk biodiesel Indonesia dengan besaran yang bervariasi antara 8-18% mulai Januari 2020.  Tarif produk kelapa sawit ini akan berlaku selama lima tahun.

Komisi Uni Eropa mengatakan langkah ini merupakan balasan atas subsidi yang diberikan kepada produsen sawit di Indonesia. Mereka menganggap harga biodiesel RI yang telah disubsidi pemerintah telah merugikan produsen di Benua Biru.

Sebenarnya pengenaan tarif ini sudah dimulai Komisi Uni Eropa sejak Agustus 2019 lalu. Namun kebijakan tersebut masih bersifat sementara.

"Ini ancaman pada dunia industri," demikian pernyataan Komisi Uni Eropa dikutip dari Bloomberg, Selasa (12/10).

(Baca: Diskriminasi Sawit, Pemerintah Ingatkan Eropa Soal Pembelian Airbus)

Sebelumnya, dalam proposal Uni Eropa, tarif bea masuk dikenakan untuk PT Ciliandra Perkasa sebesar 8%, PT Intibenua Perkasatama dan PT Musim Mas (Musim Mas Group) 16,3%, serta PT Pelita Agung Agrindustri dan PT Permata Hijau Palm Oleo (Permata Group) 18%.

Kemudian, PT Wilmar Nabati Indonesia dan PT Wilmar Bioenergi Indonesia (Wilmar Group) sebesar 15,7%. Sedangkan perusahaan lainnya dikenakan bea masuk 18%.

Komisi Uni Eropa mengatakan, nilai ekspor biodiesel Indonesia ke Uni Eropa mencapai 400 juta euro atau setara Rp 6,2 triliun. Sedangkan, pasar biodiesel Uni Eropa diperkirakan mencapai 9 miliar euro atau hampir Rp 140 triliun per tahun.

Tak hanya RI, Uni Eropa juga telah mengenakan bea masuk anti subsidi pada produsen biodiesel Argentina. Namun, Negeri Tango itu memiliki akses bebas tarif sekitar 1,2 juta ton selama tidak menjual lebih rendah dari harga minimum yang ditetapkan.

(Baca: Mendag Evaluasi Rencana Balasan Tarif Produk Susu ke Uni Eropa)

Dilansir dari Reuters, Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Master Parulian Tumanggor akan meminta pemerintah untuk mengajukan banding ke organisasi perdagangan dunia (WTO). Sebab, Uni Eropa dan Tiongkok merupakan pasar terbesar untuk ekspor biodiesel Indonesia.

Uni Eropa mengatakan perkebunan kelapa sawit RI berkontribusi terhadap deforestasi. Selain itu, minyak sawit semestinya tidak digunakan lagi dalam bahan bakar energi terbarukan.

Reporter: Rizky Alika