Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) meminta pemerintah segera menerapkan kebijakan safeguard berupa pembatasan impor produk tekstil. Banyaknya produk impor yang membanjiri pasar dalam negeri membuat beberapa perusahaan teracam gulung tikar.
"Pembatasan impor sudah diajukan, tapi kami minta secepatnya pemerintah bantu," ujar Wakil Ketua API Anne Patricia Sutanto di Jakarta, Rabu (11/12).
Membanjirnya tekstil impor membuat perusahaan tekstil di dalam negeri kehilangan daya saing dan terancam bangkrut. "Kami sedang inventarisasi jumlah perusahaan yang tutup sementara karena masalah order," kata dia.
(Baca: Genjot Daya Saing, Industri Tekstil Diramal Butuh Investasi Rp 175 T)
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan industri tekstil merupakan salah satu kontributor ekspor terbesar. Namun, ia membenarkan, kondisi industri ini sedang tidak baik lantaran gempuran produk impor.
"Kalau kita cek di pasar Tanah Abang sangat susah mendapatkan yang buatan Indonesia," kata Bahlil.
Menurut dia, selain pembatasan impor, pemerintah harus melakukan beberapa upaya lain seperti mendorong revitalisasi alat produksi, kemudahan akses modal bagi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), serta keringan pajak. "Negara harus hadir meringankan pajak ini yang juga menjadi masalah," ujarnya.
Sebagai informasi, berdasarkan data BKPM, realisasi investasi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) mengalami perlambatan signifikan. Realisasi investasi industri TPT tercatat Rp 12,81 triliun pada 2017, namun tahun ini, realisasinya baru mencapai Rp 3,59 triliun per September.
(Baca: Beda Resesi Ekonomi di Mata Sri Mulyani, Perry Warjiyo dan Agus Marto)
Perusahaan Modal Asing (PMA) mendominasi jumlah investasi yang masuk yakni sebesar Rp 2,49 triliun dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp 1,1 triliun. Kapas menjadi penyumbang terbesar impor industri TPT yaitu US$ 2,5 miliar atau setara 28% dari total impor TPT setiap tahun.