Pemerintah resmi melarang mudik pada Lebaran tahun ini demi mencegah penyebaran virus corona atau Covid-19. Larangan ini berlaku untuk kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek), wilayah yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), dan zona merah.
"(Larangan mudik) untuk wilayah Jabotabek dan wilayah-wilayah yang sudah ditetapkan untuk memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar dan juga wilayah yang masuk zona merah virus corona," kata Luhut Pandjaitan dalam video conference di Jakarta, Selasa (21/4).
(Baca: Jokowi Resmi Larang Masyarakat Mudik Lebaran Tahun Ini)
Pemerintah akan melarang lalu lintas orang untuk keluar dan masuk dari dan ke wilayah khususnya Jabodetabek. Namun, pemerintah masih memperbolehkan arus lalu lintas orang di dalam Jabodetabek atau yang dikenal dengan istilah aglomerasi. Transportasi massal di Jabodetabek seperti Kereta Rel Listrik (KRL) juga akan jalan.
"KRL juga tidak akan ditutup ini untuk cleaning service, (pekerja) rumah sakit, dan sebagainya karena mereka banyak dari hasil temuan kami yang naik KRL Bogor-Jakarta itu bekerja dalam bidang-bidang tadi," kata Luhut.
Larangan mudik ini berlaku efektif terhitung sejak Jumat, 24 April 2020. Pemerintah pun menyiapkan sanksi yang akan efektif mulai 7 Mei 2020.
(Baca: Bahas Larangan Mudik, Pemerintah Siapkan Sanksi Penjara dan Denda)
Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Budi Setiyadi mengatakan, Kementerian Perhubungan sedang menyiapkan regulasi transportasi terkait larangan mudik. “Kami sudah siapkan skema bagaimana kendaraan angkutan umum, kendaraan pribadi, sepeda motor tidak boleh keluar masuk zona merah,” kata Budi.
Dia menjelaskan, skenario yang disiapkan berupa pembatasan lalu lintas pada jalan akses keluar masuk wilayah, bukan penutupan jalan. Skema pembatasan lalu lintas ini dipilih karena yang dilarang untuk melintas adalah terbatas pada angkutan penumpang saja, sedangkan angkutan barang atau logistik masih dapat beroperasi.
Untuk menegakkan peraturan diperlukan adanya sanksi atas pelanggaran. “Bagi masyarakat yang memaksa untuk mudik, harus ada sanksi di sana.”
Menurutnya sanksi tersebut bisa diterapkan mengacu pada UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. “Sanksi yang paling ringan bisa dengan dikembalikan saja kendaraan tersebut untuk tidak melanjutkan perjalanan mudik,” kata Budi.
(Baca: Cegah Mudik, Pemerintah Geser Cuti Bersama Lebaran ke Akhir Tahun)
Setiap akses keluar masuk akan dipasang penyekatan-penyekatan atau pun check point untuk memeriksa setiap orang yang akan keluar masuk Jabodetabek.“Dalam melaksanakan pembatasan lalu lintas tentunya diperlukan kerjasama dengan banyak pihak, terutama jajaran kepolisian sebagai garda terdepan,” kata dia.
Pemerintah melarang mudik dengan pertimbangan masih banyak masyarakat yang ingin mudik. Berdasarkan survei Kementerian Perhubungan, masih ada 24% warga yang bersikeras mudik. Sebanyak 7% telah melakukan mudik. Sedangkan, 68% sisanya memastikan tidak akan melakukan mudik pada Ramadan dan Lebaran 2020.
Sedangkan berdasarkan hasil Survei Katadata Insight Center (KIC) tentang perilaku mudik terhadap 2.437 responden di 34 provinsi menunjukkan mayoritas responden (63%) tidak akan mudik pada perayaan Idul Fitri tahun ini. Namun, ada 12% yang menyatakan ingin mudik, 21% belum mengambil keputusan dan 4% lainnya lebih dahulu pulang kampung.
(Baca: Survei KIC: Pemudik Akan Didominasi Kaum Muda Berpendapatan Rendah)