Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta ternyata tidak memiliki efek signifikan pada politik nasional. Meski Anies Baswedan, calon yang didukung oleh Partai Gerindra memenangkan Pilkada, tak berarti dukungan terhadap Prabowo Subianto bisa menyalip Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Setidaknya, itulah kesimpulan dari sejumlah temuan teranyar hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC). “Dari sisi pilihan presiden, politik Tanah Air relatif tidak mengalami perubahan pasca Pilkada DKI Jakarta,” kata Direktur Eksekutif SMRC, Djayadi Hanan, di Kantor SMRC, Kamis (8/6).
(Baca juga: Jokowi Segera Lantik Djarot Sebagai Gubernur DKI Jakarta)
Djayadi mengatakan, sebelum dan sesudah Pilkada DKI Jakarta, dukungan terhadap Joko Widodo (Jokowi) tetap yang teratas. Sementara Prabowo Subianto ada di posisi kedua.
Dalam survei yang melibatkan 1.500 responden di seluruh Tanah air itu, sebanyak 34,1 persen pemilih spontan mendukung Jokowi sementara Prabowo Subianto dipilih 17,2 persen. Selisih suara mereka sekitar 17 persen itu nyaris sama dengan 6-9 bulan terakhir sebelum Pilkada DKI. Kala itu, keterpilihan Jokowi sebesar 27 persen sedangkan Prabowo 9,9 persen.
Dalam simulasi head to head, elektabilitas Jokowi sebesar 53,7 persen sementara Prabowo 37,2 persen dan 9,1 persen tidak menjawab. Jarak antara keduanya sekitar 16,5 persen. (Baca juga: Istana Presiden Bantah Kriminalisasi Rizieq Shihab)
Peta dukungan pada partai politik sebelum dan sesudah Pilkada DKI Jakarta juga tidak banyak berubah. PDI-P masih di posisi teratas dengan 21,7 persen yang disusul kemudian oleh Gerindra dengan 9,3 persen
Menanggapi hasil survei SMRC, Ketua DPP Golkar, Yorrys Raweyai, mengatakan, persepsi yang mengatakan Pilkada DKI Jakarta Rasa Pilpres ternyata hanya efek dari media sosial. Pernyataan itu ia sampaikan setelah menyimak survei SMRC.
Meski begitu, ia mengakui adanya dinamika yang kuat saat proses Pilkada DKI Jakarta. Tapi, menurutnya, konstelasi politik saat itu tidak membawa pengaruh pada kondisi politik nasional.
“Tapi kita masih harus lihat dua momen besar sebelum Pilpres (Pemilihan Presiden) 2019, yakni, Pilkada 2018 dan persiapan jelang Pilpres seperti akhir dari pembahasan UU pemilu,” ungkapnya.
(Baca juga: Batal Ajukan Banding, Ahok Tulis Surat "Tuhan Tidak Tidur")
Anggota DPR RI Fraksi PDI-P, Maruarar Sirait, menegaskan hasil survei SMRC ini menebalkan fakta bahwa Presiden Jokowi tidak pernah mengintervensi proses hukum terhadap Basuki Tjahaja Purnama. Meskipun ia membenarkan ada hubungan baik antara keduanya tapi soal kasus hukum, Presiden Jokowi tidak pernah intervensi.
“Mereka pernah jadi Gubernur dan Wakil Gubernur itu benar, punya hubungan baik juga benar tapi soal hukum, Presiden tidak ada intervensi, buktinya ya ini temuan SMRC menempatkan Jokowi di posisi teratas dari sisi elektabilitas,” ucapnya.