Kuasa hukum pengelola dan manajemen apartemen Green Pramuka City, Muhammad Rizal Siregar membantah tuduhan kliennya mengkriminalisasi komika Muhadkly MT alias Acho. Rizal mengatakan, pelaporan atas dugaan pencemaran nama baik terhadap Acho merupakan hak hukum kliennya.

"Apakah salah pengembang melakukan pelaporan kepada pemilik atau penghuni apabila telah terjadi tindak pidana yang merugikan pengembang apartemen Green Pramuka?" tanya Rizal di apartemen Green Pramuka City, Jakarta, Senin (7/8).

Rizal mengatakan pelaporan terhadap Acho telah sesuai dengan fakta dan kenyataan di lapangan. Rizal menuding Acho memfitnah pihak pengelola  melakukan penipuan kepada calon pemilik dan penghuni, lewat tulisan di blog pribadi muhadkly.com pada 8 Maret 2015.  

(Baca: Tak Ditahan, Acho Klaim Kritik ke Apartemen Green Pramuka Sesuai Fakta)

Pihak pengembang apartemen PT Duta Paramindo Sejahtera lewat kuasa hukumnya, Danang Surya Winata melaporkan Acho di kepolisian pada 5 November 2015. Dua tahun kemudian pada 9 Juni 2017, Acho ditetapkan sebagai tersangka kasus pencemaran nama baik yang diatur Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan KUHP.

Hari ini kepolisian melimpahkan berkas perkara yang telah dianggap lengkap (P21) ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Netizen memberikan dukungan kepada Acho berupa tagar #AchoGakSalah #StopPidanakanKonsumen.

Rizal mengklaim tidak ada pemilik dan penghuni lain yang pernah mengeluhkan masalah tersebut. "Dari awal berdiri sampai saat ini apartemen Green Pramuka tidak pernah lakukan penipuan terhadap penghuni sebanyak 4.000 pemilik," kata Rizal.

(Baca: Keluhan Acho Dialami Warga Apartemen Green Pramuka City Lainnya)

Adapun terkait permasalahan yang dikeluhkan Acho dalam blognya, seperti masalah Sertifikat Hak Milik (SHM), lahan parkir, iuran pengelolaan lingkungan (IPL), Pajak Bumi Bangunan (PBB), dan ruang terbuka hijau, Rizal enggan menjawabnya.

"(Persoalan) teknis kami enggak hafal. Itu bukan ranah persoalan kami dengan Acho," ucap Rizal.

Rizal mengatakan pengelola akan membuka ruang kepada pihak-pihak yang merasa keberatan dengan masalah tersebut. "Silakan kami berikan ruang pengadilan untuk menjawab itu," kata Rizal.

Sementara itu Regional Coordinator  Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFE Net) Damar Juniarto menilai banyak kejanggalan dalam kasus dugaan pencemaran nama baik yang menjerat Acho.

Dia menyebutkan salah satu kejanggalan tersebut terlihat dari adanya laporan yang dibuat oleh pihak pengelola. Dia mengatakan, laporan pencemaran nama baik seharusnya hanya bisa dilakukan oleh individu, bukan korporasi.

(Baca: YLKI: Acho Korban Kriminalisasi Pengembang Green Pramuka)

Sebab, dalam revisi UU ITE telah dijelaskan bahwa Pasal 27 ayat (3) merupakan delik aduan absolut. "Dalam hasil RUU ITE kemarin pasal ini kan delik aduan absolut jadi yang harus melaporkan adalah pihak yang merasa dirugikan. Pihak ini harus individu, tidak bisa perusahaan atau institusi melaporkan seseorang seperti Acho," kata Damar.

Damar juga menilai tuduhan pencemaran nama baik tidak tepat apabila pengembang merasa dirugikan. Damar menilai seharusnya pihak pelapor menggunakan pasal perbuatan melawan hukum melalui gugatan perdata.

Damar juga menilai penggunaan tuduhan pencemaran yang disangkakan dalam pasal 27 ayat (3) UU ITE jo Pasal 310-311 KUHP, tidak tepat. Sebab, Acho justru membuka kebenaran kepada publik melalui tulisannya, bukan mencemarkan nama baik.

(Baca juga:  Kisruh Apartemen Berlanjut)

"Pasal pencemaran nama baik tidak bisa dituntut pada orang yang sedang membuka kebenaran untuk kepentingan publik," kata Damar.

Damar pun menuding, pelaporan oleh pengelola Apartemen Green Pramuka terhadap Acho tidak semata kasus hukum. Damar menduga pelaporan itu ditujukan sebagai terapi kejut bagi warga apartemen lainnya agar enggan mengkritik aturan yang diterbitkan pihak pengelola.

"Apa yang terjadi pada Acho bisa terjadi pada orang lain yang mengeluhkan apa yang dialami," kata Damar.