Setya Novanto Divonis 15 Tahun Penjara dan Ganti Rugi US$ 7,3 Juta

ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Terdakwa kasus dugaan korupsi KTP elektronik Setya Novanto mengikuti sidang perdana di gedung Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/12/2017).
Penulis: Yuliawati
24/4/2018, 14.13 WIB

Majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi memvonis Setya Novanto bersalah dalam korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP). Setnov mendapat hukuman penjara selama 15 tahun dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.

Selain itu, Setnov wajib mengganti US$ 7,3 juta  atau sekitar Rp 72,5 miliar bila diperhitungkan dengan nilai kurs pada 2010 senilai Rp 9.800 per dolar. Ganti rugi ini akan dikurangi uang jaminan Rp 5 milliar  yang sudah dikembalikan Setnov, paling lambat 30 hari setelah putusan.

"Apabila tidak dibayar selama satu bulan, maka harta benda akan disita dan dilelang. Apabila hasil lelang tidak membiayai uang pengganti maka akan diganti hukuman dua tahun penjara," kata ketua hakim majelis Yanto seperti yang disiarkan secara langsung di PN Tipikor, Jakarta, Selasa (24/4).

Hakim juga mencabut hak terdakwa menjabat sebagai pejabat publik selama lima tahun. Hukuman hakim ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yang meminta hakim menghukum Setnov dengan penjara selama 16 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan.

Setelah mendengar putusan hakim, Setya Novanto meminta waktu untuk mengambil keputusan mengenai banding atau tidak dalam waktu seminggu setelah hari ini. "Terima kasih Yang Mulia, saya akan konsultasi dengan keluarga," kata Setnov yang tampak lemas mendengar putusan hakim.

(Baca juga: Jaksa Tuntut Setnov 16 Tahun dan Cabut Hak Jadi Pejabat Publik)

Hakim memutuskan Setnov melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.  Pasal 3 menyebutkan setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau karena kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara dengan ancaman hukuman seumur hidup. 

Dalam putusannya, hakim mengesampingkan beberapa poin pembelaan yang diajukan Setya Novanto dan tim pembela. Hakim tak menerima alasan pembelaan Setya Novanto bahwa dia tidak pernah melakukan intervensi dalam proyek e-KTP, Kementerian Dalam Negeri memiliki peran dominan, pemberian fee yang tak diketahuinya, serta klaim tak terlibat dalam aliran uang sebesar US$ 7,3 juta karena tak menerima secara langsung.

"Pembelaan tim tak memiliki alasan hukum, maka dapat dikesampingkan," kata hakim. 

Setya Novanto terbukti menyalahgunakan kewenangan dalam proyek pengadaan e-KTP. "Majelis hakim menilai unsur menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan telah terpenuhi menurut hukum," kata hakim. 

(Baca juga: Setya Novanto Sebut Kemendagri Punya Peran Dominan dalam Korupsi e-KTP)

Hakim memaparkan, Setnov terbukti terlibat sejak awal pembahasan proyek e-KTP, mengkoordinasikan anggaran, serta bertemu dengan berbagai pihak dari Kemendagri dan pengusaha. Berbagai pertemuan berlangsung di rumah pribadi Setnov di Jalan Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, ruang kerja di DPR, hingga Hotel Gran Melia.

Menurut hakim, Setya Novanto selaku ketua fraksi Golkar memiliki pengaruh untuk mengkoordinasikan anggota Fraksi Golkar di setiap komisi dan alat kelengkapan Dewan.

Setya Novanto sebagai pihak yang mengenalkan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong kepada beberapa pimpinan DPR. Setya Novanto mengenalkan Andi dengan pimpinan Komisi II DPR Chairuman Harahap. Dalam pertemuan ketiganya membahas pembagian uang sebesar 5% kepada anggota DPR.

Selain itu saat ditemani Andi Narogong, Setnov kepada Direktur Biomorf Lone LLC Johannes Marliem meminta diskon harga satu keping e-KTP. Permintaan diskon setelah Setnov mendapatkan informasi harga Automated Fingerprint Identification System (AFIS) merek L-1 yang disediakan Marliem terlalu mahal.

Atas permintaan Setnov itu, kemudian Marliem memberikan potongan harga sebesar US$0,2 sen atau sama dengan Rp 2 ribu per keping e-KTP atau per penduduk.

Majelis hakim juga menyatakan Setya Novanto menerima jam tangan merk Richard Mille dari Andi Narogong. Jam tangan mewah Richard Mille seri RM 011 seharga USD 135 ribu. Pemberian jam tangan mewah sebagai imbalan karena Setnov memperlancar pembahasan anggaran proyek pengadaan e-KTP.

(Baca juga: Setnov Terima US$ 7,3 Juta, Jaksa Tak Sebut Aliran Uang ke Ganjar)

Hakim juga menyebut Setya Novanto mendapatkan uang sebesar US$ 7,3 juta dari Johannes Marliem dan Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo.

PT Quadra Solution merupakan salah satu perusahaan yang tergabung dalam konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) sebagai pelaksana proyek e-KTP, yang terdiri dari Perum PNRI, PT LEN Industri, PT Quadra Solution, PT Sucofindo, dan PT Sandipala Artha Putra.

Uang dari Anang sebesar US$ 1,8 juta dan US$ 2,2 juta melalui dua perusahaan pengusaha Made Oka, yakni Oem Investment dan Delta Energy Limited. Sementara, uang dari Marliem sebesar US$ 3,5 juta didapatkannya melalui mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi Cahyo.