Wiranto Minta Publik Tak Khawatir TNI Dilibatkan Berantas Terorisme

ANTARA FOTO/Humas Mabes Polri
Napi kasus terorisme keluar dari rutan Brimob saat menyerahkan diri di Rutan cabang Salemba, Mako Brimob, Kelapa Dua, Jakarta, Kamis (10/5/2018).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
18/5/2018, 19.17 WIB

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menyatakan masyarakat tak perlu khawatir dengan pelibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam pemberantasan terorisme. Wiranto menyatakan, keterlibatan ini tak akan membuat TNI menjadi eksesif dan berbuat sewenang-senang.  

"Tidak akan militer kemudian menjadi superpower lagi, tidak mungkin militer kembali lagi ke zaman junta militer, rezim militer," kata Wiranto di kantornya, Jakarta, Jumat (18/5).

Keterlibatan TNI dipandang perlu untuk memperkuat operasi kepolisian karena menghadapi jaringan terorisme yang tak mengenal batas negara.  "Mereka lakukan tindakan tak pakai aturan, seenaknya mereka," kata Wiranto.

Pelibatan TNI nantinya menggunakan payung hukum di antaranya melalui revisi Undang-undang (RUU) Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Terorisme. Melalui RUU Antiterorisme, nantinya TNI dapat terlibat dengan kewenangan yang jelas.

"Soal kemudian bentuknya gabungan, bentuknya BKO (Bawah Kendali Operasi), perbantuan itu nanti teknis, tak usah membingungkan masyarakat," kata dia.

(Baca juga: Pasukan Khusus TNI Terlibat Pemberantasan Teroris Tuai Kontroversi)

Selain TNI, Wiranto juga merasa komponen bangsa lainnya perlu dilibatkan dalam pemberantasan terorisme. Atas dasar itu, dalam Rapat Koordinasi Khusus (Rakorsus) tentang Penanganan Terorisme di Kemenko Polhukam hari ini berbagai kementerian/lembaga diikusertakan.

Rapat dihadiri para pimpinan dari beragam kementerian dan departemen, seperti Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian, Kepala BNPT Suhardi Alius, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kepala BIN Budi Gunawan, Jaksa Agung Prasetyo. Ada pula Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. 

Tuai kontroversi

Pelibatan TNI dalam pemberantasan teroris ini memang menuai kontroversi beberapa hari belakangan. Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan ( Kontras) Yati Andriyani meminta pemerintah memperhatikan faktor hak asasi manusia (HAM) dalam upaya penanggulangan terorisme.

Standar HAM akan meminimalisir risiko munculnya praktik penyiksaan, salah tangkap, penahanan sewenang-wenang, serta miscarriage of justice.

"Menyalahkan HAM dalam penanganan terorisme justru pandangan reaktif, tidak proporsional, dan tidak memiliki justifikasi," kata Yati di kantornya, Jakarta, Kamis (17/5).

(Baca juga: Gabungan 3 Pasukan Elite TNI Akan Diajak Basmi Teroris)

Direktur Lembaga Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Lokataru, Haris Azhar menilai Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopsusgab) TNI bisa saja dilibatkan untuk memberantas terorisme. Pelibatan TNI sebenarnya juga telah dilakukan dalam pemberantasan terorisme di Poso, Sulawesi Tengah dalam Operasi Tinombala.

Hanya saja, Haris menilai seharusnya pelibatan Koopsusgab dalam pemberantasan terorisme ke depannya memerlukan payung hukum yang jelas. Hal tersebut diperlukan agar kewenangan Koopsusgab menjadi terang.

Haris menilai nantinya sektor yang akan memimpin pemberantasan terorisme adalah polisi.  TNI dianggap tak bisa jadi sektor yang memimpin pemberantasan terorisme lantaran akan sulit dipermasalahkan jika terjadi penyimpangan dan pelanggaran HAM.

Alasannya, TNI memiliki impunitas karena memiliki pengadilan militer, berbeda dengan polisi yang dapat dibawa ke pengadilan sipil jika terjadi penyimpangan dan pelanggaran HAM. "Kalau tentara yg lebih mengemuka, dia punya impunitas tersendiri di peradilan militer," kata Haris.

(Baca: Jejak Teror dari Kerusuhan Mako Brimob ke Ledakan Bom di Surabaya)

Sementara itu peneliti militer sekaligus mahasiswa doktoral di Cornell University Antonius Made Tony Supriatma, mengatakan, keterlibatan TNI dalam pemberantasan teroris bisa membuat hubungan TNI-Polri lebih harmonis.

Selain itu kerja sama keduanya dapat mengikis persepsi masyarakat seolah polisi sebagai musuh Islam, dan TNI kawan Islam. Sehingga dia menilai aparat kepolisian memerlukan legitimasi untuk melakukan pekerjaannya.

"Kehadiran Koopsusgab akan memberikan legitimasi besar itu dan mengurangi stigma bahwa pemberantasan terorisme adalah usaha anti-Islam," kata Made.

(Baca: Kopassus dan BAIS Akan Dilibatkan Berantas Teroris)