Dicecar 59 Pertanyaan, James Riady Benarkan Pernah Temui Bupati Neneng

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
CEO Lippo Group James Riady bersiap menjalani pemeriksaan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (30/10/2018). James Riady menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pada proses perizinan proyek pembangunan Meikarta di Cikarang, Kabupaten Bekasi.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
30/10/2018, 20.21 WIB

Hari ini CEO Grup Lippo James Riady memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia diperiksa terkait dugaan suap perizinan pembangunan megaproyek Meikarta di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, yang melibatkan sejumlah pejabat di perusahaan yang dia pimpin.

Usai diperiksa, James membantah terkait suap tersebut. James mengaku tak mengetahui dan tidak terlibat dalam kasus suap sebesar Rp 7 miliar itu. “Saya pribadi tidak mengetahui dan tidak ada keterlibatan dengan kasus suap yang di Bekasi,” kata James usai diperiksa lebih dari sembilan jam di KPK, Jakarta, Selasa (30/10).

(Baca juga: Bos Grup Lippo James Riady Penuhi Panggilan KPK Terkait Suap Meikarta).

Dalam pemeriksaan ini, putra taipan Mochtar Riady itu tiba di Gedung KPK pukul 09.26 WIB dan keluar pukul 18.45 WIB. James mengaku dicecar 59 pertanyaan oleh penyidik KPK. Salah satu pertanyaan terkait pertemuannya dengan Bupati Bekasi (nonaktif ) Neneng Hasanah Yasin.

James memang membenarkan pernah bertemu Neneng pada akhir 2017. Ketika itu, dia bertemu Neneng pascakelahiran anaknya di Lippo Cikarang. Karenanya, dalam pertemuan tersebut hanya mengucapkan selamat kepada Neneng.

Dia berdalih tak ada pembicaraan lain setelahnya. “Tidak ada pembicaraan izin, tidak ada pembicaraan mengenai bisnis atau apapun dengan beliau. Itu yang sudah saya berikan pernyataan,” kata James.

James pun mengklaim akan kooperatif dengan kegiatan penyidikan yang dilakukan KPK dalam kasus dugaan suap izin Meikarta. James bersedia memberikan pernyataan jika dibutuhkan kembali oleh KPK. (Baca: Skandal Meikarta yang Menggoyang Pohon Bisnis Grup Lippo).

Hari ini KPK memeriksa James sebagai saksi untuk sembilan orang tersangka, termasuk Neneng. Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan salah satu yang didalami KPK dalam pemeriksaan James mengenai berbagai pertemuan terkait perizinan Meikarta.

Neneng sendiri mengakui ada pertemuan antara dirinya dengan James. Hal itu disampaikan Neneng seusai diperiksa pukul 17.09 WIB hari ini. Menurut Neneng, pertemuan dengan James tidak membahas hal-hal yang spesifik, hanya membicarakan hal umum.

Ketika ditanyai apakah pertemuan tersebut terkait dengan megaproyek Meikarta di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Neneng hanya mengangguk. Dia lantas memasuki mobil tahanan. (Baca: Bupati Neneng Akui Bertemu Bos Lippo James Riady Bahas Proyek Meikarta).

Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan sembilan tersangka, yakni Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas DPMPTSP Dewi Tisnawati, dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Neneng Rahmi.

Dari pihak swasta ada Direktur Operasional Grup Lippo Billy Sindoro, dua orang konsultan Grup Lippo bernama Taryudi dan Fitra Djaja Purnama, serta satu pegawai Grup Lippo bernama Henry Jasmen.

Billy, Taryudi, Fitra, serta Henry diduga menyuap Neneng dan empat anak buahnya senilai Rp 7 miliar dari total komitmen fee Rp 13 miliar. Suap diduga diberikan untuk memuluskan berbagai perizinan pada fase pertama proyek Meikarta. 

(Baca: Setahun Berlalu, Wujud Megaproyek Meikarta Terlunta Mengejar Mimpi).

Setidaknya terdapat tiga fase terkait izin yang sedang diurus untuk proyek seluas 774 hektare tersebut. Fase pertama proyek Meikarta diperkirakan untuk luasan 84,6 hektare. Fase kedua seluas 252 hektare. Sementara fase terakhir terhampar 101,5 hektare.

Neneng bersama empat pejabat di bawahnya diduga sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 atau 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara, Billy, Taryudi, Fitra, serta Henry diduga sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak PIdana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.