Pelonggaran Investasi Asing Dinilai Bisa Turunkan Elektabilitas Jokowi

ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto (kiri) berdiskusi dengan Ketua DPR dari Fraksi Golkar Bambang Soesatyo.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
29/11/2018, 19.43 WIB

Pemerintah diminta meninjau kembali atau membatalkan rencana relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI) untuk 54 bidang usaha. Kebijakan ini dinilai berpotensi menurunkan elektabilitas Presiden Joko Widodo jika kebijakan ini tetap diterbitkan.

Hal tersebut diungkapkan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo dalam diskusi di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (29/11). "Ini men-downgrade elektabilitas Presiden yang sedang mencalonkan kembali pada Pilpres 2019," kata Bambang.

Kebijakan relaksasi DNI dapat menggerus elektabilitas Jokowi karena dapat merugikan dunia usaha, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Kebijakan yang menjadi salah satu poin dari Paket Kebijakan Ekonomi ke-16 ini sudah menuai banyak protes dari para pengusaha. "Saya juga banyak mendapat keluhan dari masyarakat," kata Bambang.

Oleh karena itu, Bambang menilai pemerintah perlu mempertimbangkan kembali kebijakan relaksasi DNI ini. Ia juga meminta agar menteri-menteri teknis di bidang ekonomi dapat memperbaiki koordinasi dalam membahas Paket Kebijakan Ekonomi ke-16. Para menteri diminta untuk tak silang pendapat lantas mengumumkannya ke publik. Pasalnya, hal tersebut dapat menimbulkan simpang-siur informasi di antara masyarakat.

(Baca: Pemerintah Pastikan Keluarkan UMKM dari Revisi DNI)

Pemerintah saat ini telah mengeluarkan lima bidang usaha dari daftar bidang usaha yang diusulkan untuk direlaksasi dari DNI. Lima usaha itu dikembalikan untuk dicadangkan bagi UMKM. Alhasil, semua pelaku bisnis yang ingin berusaha di lima bidang usaha tersebut harus tetap mengurus perizinan.

"Kesimpulannya kami drop," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution usai Rapat Terbatas soal Divestasi Freeport, di Istana Kepresidenan, Kamis (29/11).

Keputusan untuk mengeluarkan sektor-sektor yang terkait UMKM pada awalnya disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) di Solo pada 28 November 2018. Darmin juga mengatakan, Presiden beberapa hari lalu pernah menyampaikan soal ini lewat Menteri Sekretaris Negara Pratikno. "Setelah (jadi) ramai diberitahu," kata Darmin.

Lima bidang usaha yang dikembalikan ke DNI pada awalnya terdapat pada kelompok A dan B dalam draf awal revisi Perpres Nomor 44 Tahun 2016. Untuk kelompok A, terdapat empat bidang usaha yang dikeluarkan dari kelompok dicadangkan untuk UMKM-K, sedangkan di kelompok B terdapat satu bidang usaha yang dikeluarkan dari persyaratan kemitraan.

Kelima bidang usaha tersebut, yakni industri pengupasan dan pembersihan umbi-umbian, percetakan kain, kain rajut khususnya renda, warung internet, serta perdagangan eceran melalui pemesanan pos dan internet. Dengan demikian, masih tersisa 49 bidang usaha yang masuk revisi DNI, yaitu 25 bidang usaha yang terbuka 100% untuk asing dan 24 bidang usaha terbuka bagi asing namun tidak sampai 100%.

(Baca: Hipmi Tolak Masuknya Modal Asing di 54 Bidang Usaha UMKM)