Hashim dan Gerindra Klaim Tanggung 90% Kampanye Jokowi di Pilgub DKI

ANTARA FOTO/PUSPA PERWITASARI
Calon Presiden (capres) nomor urut 01 Joko Widodo dan Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto bersalaman usai pengundian nomor urut di KPU.
Penulis: Ameidyo Daud
22/1/2019, 15.27 WIB

Pernyataan calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi) terkait dana kampanye dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2012 dibantah oleh kubu pendukung Prabowo Subianto. Pengusaha yang juga adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo dan Partai Gerindra mengklaim menanggung 90% biaya kampanye dalam Pilgub DKI tersebut.

Praktisi hukum sekaligus pengacara Hashim Djojohadikusumo tahun 2008, Nicholay Aprilindo, mengatakan pernyataan Jokowi yang mengaku tidak mengeluarkan biaya saat Pilgub DKI Jakarta tersebut salah. Dia mengatakan, Hashim mengeluarkan uang untuk biaya politik Jokowi yang berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Tak hanya itu, Nicholay bahkan menyebut ongkos yang perlu dikeluarkan Gerindra, Hashim dan Prabowo mencapai 90% dari total biaya kampanye. Padahal, awalnya kesepakatan Gerindra dengan PDI Perjuangan akan membagi dua biaya kampanye atau 50:50.

"Dalam perjalanannya, 90% biaya kampanye jadi tanggungan Gerindra, dalam hal ini Pak Hashim dan Pak Prabowo," kata Nicholay, dalam acara diskusi di Seknas Prabowo-Sandiaga, Jakarta, Selasa (22/1).

Nicholay mengaku, ia yang membawa Hashim ke Solo bertemu Jokowi pada 2008. Ini lantaran Jokowi yang saat itu menjabat Walikota Solo meminta dipertemukan dengan pemilik Arsari Group tersebut. Gayung bersambut, Hashim terkesan dengan cara Jokowi menata kota Solo dan bangunan tuanya. Pengusaha kayu itupun awalnya diproyeksikan untuk maju dalam Pilgub Jawa Tengah melawan Gubernur Jawa Tengah saat itu, yakni Bibit Waluyo.

Rencana tersebut kemudian berubah. Jokowi dipersiapkan untuk maju menantang Fauzi Bowo (Foke). Nicholay mengatakan, pada awalnya Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri sempat menolak pencalonan Jokowi. Pasalnya, partai berlambang banteng tersebut berniat mengusung pasangan Foke dan Adang Ruchiatna.

Namun, Prabowo saat itu terus bernegosiasi dengan putri proklamator Bung Karno tersebut agar mengusung Jokowi dan Ahok. Hasilnya, Megawati luluh dan setuju pasangan ini dimajukan. Mengenai total biaya, Nicholay enggan menyebut secara rinci, namun dia memberitahu bahwa ongkosnya belum menyentuh Rp 100 miliar. "Puluhan (miliar) tapi dekati ratusan (miliar)," katanya.

(Baca: Jokowi dan Prabowo Saling Rebut Suara Mengambang di Debat Capres)

Setelah Jokowi dan Basuki menang dalam Pilgub DKI, Hashim dan Prabowo tidak menuntut imbalan dan proyek apapun. Namun yang jadi masalah adalah belum selesai lima tahun memimpin, Jokowi tiba-tiba maju menjadi calon presiden yang diusung PDIP. Nicholay menceritakan, dua minggu sebelum pencalonan, Jokowi, Hashim, dan Prabowo sempat duduk bersama membahas isu tersebut. "(Jokowi mengatakan) tidak (jadi presiden)," katanya.

Saat debat perdana capres-cawapres pekan lalu, Jokowi menyatakan dirinya tidak mengeluarkan uang saat berlaga dalam Pilgub DKI 2012 silam. Bahkan Jokowi sempat memastikan langsung kepada Prabowo yang menjadi lawan debatnya. "Pak Prabowo pun tahu mengenai itu," kata Jokowi.

Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, PDIP dan Gerindra bergotong-royong membiayai Jokowi-Ahok dalam Pilgub DKI 2012. "Semuanya kan karena gotong-royong. Dana saksi saat itu kami juga gotong-royong," ujarnya. 

Ia menyindir kubu Prabowo yang mengungkit kembali bantuan tersebut. Padahal, seharusnya pemimpin terbebas dari utang balas jasa. "Menjadi pemimpin bukan dengan membeli, bukan dengan investasi. Jadi pemimpin itu dengan dedikasi, itulah yang dilakukan Pak Jokowi," ujarnya. 

(Baca: ICW: Program Pemberantasan Korupsi Kedua Paslon Tak Membuat Jera)

Reporter: Ameidyo Daud