Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan akan terus melanjutkan pembagian sertifikat tanah sebagai program pemerintah. Pernyataan itu sekaligus menjawab tudingan banyak pihak yang menyebut pembagian sertifikat tidak penting.
Jokowi menegaskan hak kepemilikan lahan merupakan dokumen yang penting bagi masyarakat kecil. “Kalau ada yang bilang bagi-bagi sertifikat tidak ada gunanya ya silakan, program akan terus kami lanjutkan,” katanya dalam sambutan penyerahan sertifikat tanah kepada 2.000 warga di Gelanggang Remaja, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Jumat (22/2).
(Baca: Jokowi: Sertifikasi Tanah Bukan Permudah Perusahaan Kuasai Lahan)
Menurut Jokowi, perebutan lahan merupakan salah satu penyebab konflik yang kerap terjadi di berbagai daerah karena kepemilikannya tidak jelas.
Pembagian sertifikat tanah merupakan bagian dari program Reforma Agraria di pemerintahan Jokowi. Program ini dinilai penting untuk menyelesaikan konflik lahan yang kerap terjadi di masyarakat.
“Setiap saya pergi ke desa, suara yang masuk ke saya adalah sengketa konflik pertanahan,” ujar Jokowi.
Pemerintah menargetkan menyelesaikan sertifikasi kepemilikan lahan sebesar 80 juta bidang tanah. Adapun kepemilikan bidang tanah di Indonesia yang sudah tersertifikasi baru mencapai 46 juta dari total 126 juta bidang tanah.
Mantan Gubernur Jakarta ini juga menuturkan pada 2015, pemerintah telah menyalurkan sekitar 967 ribu sertifikat tanah serta 1,1 juta sertifikat pada 2016. Kemudian 5,1 juta sertifikat pada 2017 dan 7 juta sertifikat pada tahun 2018. “Target itu bahkan terlampaui,” katanya.
Program pembagian lahan ini juga harus didukung peran serta pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam mengejar target kepemilikan sertifikat lahan. Konsekuensinya, pemerintah akan mengganti pejabat BPN yang tak mencapai target penerbitan sertifikat.
(Baca: Bawaslu Kaji Potensi Pelanggaran dalam Pembagian Sertifikat Tanah)
Di sisi lain, ada pula yang menilai program Reforma Agraria belum memenuhi harapan masyarakat. Bahkan, pemerintahan Jokowi-JK dinilai mengulang kesalahan yang sama dengan pemerintahan Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono. Penyebabnya, pemerintah hanya mengumpulkan program sertifikasi tanah tanpa dibarengi usaha restrukturisasi.
Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika mengatakan, upaya restrukturasi tanah itu menjadi penting sebelum sertifikasi dilakukan. "Jika hanya dijalankan melalui sertifikasi tanah tanpa restrukturasi tanah, ini bisa menjadi tidak berkeadilan," kata Dewi, Kamis (3/1).
Selain itu, pemerintah masih menjalankan redistribusi dan sertifikasi tanah sebagai kegiatan terpisah. Padahal, kedua hal tersebut seharusnya menjadi rangkaian proses Reforma Agraria.