Pencarian Identitas Jadi Inspirasi Tiga Penulis Terlaris Indonesia

Katadata | Heri Susanto
Penulis: Heri Susanto
13/3/2019, 13.21 WIB

LONDON - Tiga penulis terlaris asal Indonesia berbagi cerita tentang perjalanan mereka mencari identitas sebagai sumber inspirasi yang mempengaruhi mereka dalam menulis buku-buku yang kemudian menjadi populer. Cerita pengalaman ini diungkapkan dalam panel diskusi Berjudul “17.000 Islands of Imagination: Indonesian Literature Today” sebagai bagian dari acara London Book Fair (LBF) di British Library, London pada 11 Maret 2019.

Ketiga penulis yang menciptakan karya-karya “best seller” tersebut adalah Agustinus Wibowo, Seno Gumira Ajidarma, dan Dewi Lestari. Agustinus Wibowo adalah penulis perjalanan terkemuka. Karyanya yang berjudul Zero: When Journey Takes You Home menjadi buku terlaris nasional dan akan segera diadaptasi menjadi film.

(Baca: Laporan London Book Fair: Penulis RI Berpeluang Masuk ke Pasar Global)

Seno Gumira dikenal sebagai penulis karya fiksi yang telah mendapatkan berbagai penghargaan prestisius dan karyanya diterjemahkan ke sejumlah bahasa asing. Sedangkan, Dee Lestari adalah seorang novelis, penulis cerita pendek, dan penyanyi-penulis lagu. Novel hasil karyanya juga laris manis di pasaran, diterjemahkan ke berbagai bahasa asing dan telah diadaptasi menjadi film yang juga banyak diminati penonton.

Dalam diskusi tersebut, Agustinus yang merupakan keturunan Tionghoa mengaku kerap bertanya tentang identitas dirinya yang telah mempengaruhi kehidupannya. Dia sering heran mengapa orang dikategorikan berdasarkan identitas dan mengapa kerap muncul permusuhan antara berbagai kelompok etnis.

Penasaran atas pencarian identitas diri tersebut telah membawanya pada perjalanan ke Cina, Afghanistan, Pakistan, dan banyak negara lainnya. Bahkan, untuk mencari jawabannya, dia memutuskan tinggal di negara China selama sembilan tahun. “Tetap saja saat di sana, sebagai pemegang paspor Indonesia, saya merasa terasing,” kata Agustinus.

Seno Gumira yang lahir di Amerika Serikat juga mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan akan identitas dirinya yang sering kali membawanya persoalan pada kehidupannya. Dia justru mengaku baru merasakan kehidupan sebagai manusia yang berdarah Jawa setelah kembali ke Yogyakarta.

“Kemudian saya belajar bahasa Indonesia dan di bahasa ini saya menemukan pembebasan terutama dari bahasa Jawa yang penuh tata krama,” ujar Seno. Dia menilai identitas adalah definisi yang tak bisa diisolasi kecuali dalam sebuah buku paspor.

Sedangkan, Dewi Lestari menceritakan bahwa pencarian akan identitas dan tujuan hidup membuat dirinya mendapatkan pertanyaan-pertanyaan filosofis yang kemudian mempengaruhi di semua karya-karyanya.

Sebagai penulis berdarah Batak, dia justru merasa lebih memahami bahasa dan budaya Sunda karena lahir dan dibesarkan di Bandung, Jawa Barat. “Namun saya tumbuh dengan membaca buku-buku Barat, seperti karya-karya Enid Blyton. Dan saya rasa sejak muda saya sudah terpapar oleh globalisasi,” ujar Dewi Lestari.

Ketiga penulis tersebut juga menyampaikan betapa kebudayaan yang bercampur dalam diri dan kehidupan mereka telah membantu memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaantentang Indonesia. Selama dua jam berdiskusi, ketiga penulis telah membetot perhatian publik Inggris yang memadati ruang Knowledge Centre di British Library, untuk mengetahui keberagaman budaya di Indonesia.

(Baca: Selain Buku, Bekraf Boyong Kuliner dan Musik ke London Book Fair 2019)

Berbagi cerita dan pengalaman tiga penulis Indonesia ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Indonesia yang terpilih sebagai Market Focus Country di ajang pasar buku internasional tersebut. Di sini, Indonesia menjadi pusat perhatian karena mendapat kesempatan untuk mempromosikan berbagai karya. Bahkan, spanduk besar tentang Indonesia hadir sangat mencolok di ajang pameran LBF 2019 yang dihadiri sekitar 25 ribu delegasi.

Dalam kesempatan tersebut, Kepala Bekraf Triawan Munaf yang memberikan pidato penutup, turut menyampaikan harapannya akan kesuksesan acara ini mengingat industri penebitan memiliki potensi besar di industri kreatif Indonesia. “Memberikan kontribusi cukup besar bagi GDP, di mana penerbitan menempati urutan kelima,” ujar Triawan yang kemudian memperkenalkan penulis-penulis Indonesia lainnya yang akan tampil di di ajang Indonesia Market Focus Country untuk LBF 2019 ini.