Indeks Pembangunan Manusia 2018 Meleset dari Target Pemerintah

Donang Wahyu|KATADATA
Seorang pria menunjukan koneksi internet menggunakan sarana Wifi yang hadir hingga di tengah jalan desa yang di kelilingi persawahan di desa Melung, kecamatan Kedung Banteng, Banyumas, Jawa Tengah.
Penulis: Rizky Alika
15/4/2019, 16.27 WIB

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat indeks pembangunan manusia pada 2018 berada pada status tinggi, yaitu sebesar 71,39 atau naik 0,58 poin dibandingkan 2017. Meski meningkat, indeks pembangunan manusia tersebut belum sesuai dengan target pemerintah sebesar 71,5.

Indeks pembangunan manusia merupakan indikator untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia. Indeks tersebut dikelompokkan menjadi empat bagian, yaitu rendah dengan indeks kurang dari 60, sedang dengan indeks 60-70, tinggi dengan indeks 70-80, dan sangat tinggi bila di atas 80.

Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan peningkatan IPM disebabkan meningkatnya umur harapan hidup saat lahir, harapan lama sekola, dan pengeluaran per kapita. "Ada perbaikan angka harapan hidup yang ditentukan dari tingkat kematian bayi, kesehatan internal keluarga dan kesehatan lingkungan," kata dia di kantornya, Jakarta, Senin (15/4).

(Baca: Indeks Pembangunan Manusia Tahun Ini Ditarget Naik Jadi 71,98)

Secara rinci, umur harapan hidup saat lahir mencapai 71,20 tahun pada 2018, lebih lama 0,14 tahun dibandingkan dengan mereka yang lahir pada tahun sebelumnya. Kemudian, rata-rata lama sekolah selama 8,17 tahun dengan harapan lama sekolah 12,91 tahun. Sementara, pengeluaran per kapita per tahun sebesar Rp 11,05 juta atau meningkat Rp 365 ribu dibandingkan tahun sebelumnya.

Indeks pembangunan manusia tercatat terus meningkat. Pada 2010, indeks pembangunan manusia berada di level 66,53 kemudian naik pada 2012 menjadi 67,7. Pada 2014, indesk pembangunan manusia tercatat 68,9 atau masih berstatus sedang. Perbaikan menjadi status tinggi terjadi sejak 2016.

Berdasarkan wilayah, status pembangunan tertinggi terjadi di Jakarta yakni 80,47, lantaran rata-rata tingkat pendidikan dan kesehatan yang lebih baik dari provinsi lain. Sementara, status pembangunan terendah terjadi di Papua sebesar 60,06. Meski begitu, Papua telah mengalami kenaikan status dari rendah menjadi sedang. "Ini artinya gap antara provinsi semakin lama semakin menyempit," ujarnya.

(Baca: Setelah Infrastruktur, Pemerintah Berfokus ke Pembangunan Manusia)

Selain Papua, kenaikan status juga dialami oleh wilayah Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, Kalimantan Utara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Utara. Seluruh wilayah tersebut naik status menjadi wilayah berstatus tinggi.

Namun, Suhariyanto menyoroti disparitas indeks pembangunan dalam provinsi masih tinggi. Seperti indeks pembangunan antar kota di dalam Papua, indeks pembangunan di Jayapura sebesar 79,58 namun di Kabupaten Nduga hanya 29,42.

Pemerintah perlu meningkatkan infrastruktur untuk memperbaiki pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan inklusif. Dengan demikian, masyarakat kelas bawah dapat memperbaiki kualitas pendidikannya. Selain itu, kualitas kesehatan juga harus dijaga di setiap wilayah, seperti dengan menjaga akses air bersih dan ketersediaan jamban.

"Tapi soal perkawinan dini ini perlu perhatian karena indikasnya meningkat," ujarnya.

(Baca: Dalam 4 Tahun Masa Jokowi, Jumlah Desa Tertinggal Berkurang Signifikan)