Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyatakan salah satu alasan perombakan atau reshuffle kabinet belum dilakukan karena masih menunggu status dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Beberapa nama pembantu Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat ini menjadi perbincangan publik karena terseret kasus korupsi.
Moeldoko mengaku reshuffle para menteri belum menjadi agenda khusus presiden karena masih menunggu situasi. "Status itu menentukan, sepanjang belum ada status yang jelas (dari KPK), presiden menekankan supaya ngebut bekerja dengan baik dalam sisa waktu yang ada," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (3/5).
Dia menjelaskan, pemerintah bakal segera melakukan langkah antisipasi jika terjadi keputusan KPK yang menetapkan nama-nama menteri jadi tersangka. Namun, dia mengaku tidak menginginkan adanya kejadian itu.
(Baca: Faisal Basri Usulkan Jokowi Ganti Empat Menteri)
Menurut Moeldoko, jika ada status menteri yang jadi tersangka KPK seperti mantan Menteri Sosial Idrus Marham, pemerintah bakal melakukan penyesuaian.
Dia mengungkapkan, presiden dan para menteri sudah melakukan pembicaraan tetapi konteksnya tidak membicarakan tentang status dari KPK. Namun, kejelasan dari KPK untuk para menteri memang jadi salah satu pertimbangan reshuffle.
Salah satu sinyal kuat perombakan kabinet adalah terancamnya sejumlah menteri yang terkena kasus korupsi. Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi terpapar kasus suap dana hibah Komite Olah Raga Nasional Indonesia (KONI).
(Baca: Diperiksa KPK, Menpora Jelaskan Mekanisme Pengajuan Proposal Hibah )
Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy didakwa telah memberikan suap Rp 400 juta kepada Deputi IV Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Mulyana dan dua stafnya, untuk memuluskan pencairan dana hibah yang diajukan Koni ke Kemenpora. Saat ini Imam berstatus sebagai saksi. Dalam persidangan Senin lalu, politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini juga mengaku menggunakan dana kementeriannya untuk ibadah umrah.
Lalu, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita yang terseret dalam kasus dugaan kasus suap yang dilakukan anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Golkar, Bowo Sidik Pangarso. Dia mengaku mendapatkan uang Rp 2 miliar dari Enggar untuk mengamankan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) tentang perdagangan gula kristal rafinasi melalui pasar lelang komoditas. Senin lalu, KPK menggeledah ruang kerja Enggar dan membawa sejumlah dokumen terkait lelang gula.
(Baca: KPK Sita Dokumen Perdagangan Gula dari Kantor Menteri Perdagangan)
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin juga sempat dipanggil KPK. Dia menjadi saksi dalam kasus dugaan jual beli jabatan di kementeriannya yang melibatkan Ketua Umum Partai Persatuan pembangunan (PPP) Romahurmuziy. Lukman juga merupakan perwakilan PPP di Kabinet Kerja.
(Baca: Geledah Ruang Menag, KPK Temukan Rp 180 Juta dan US$ 30 Ribu)