Pengakuan Eksekutor Pembunuh 5 Tokoh, Dapat Ratusan Juta dari Kivlan

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Suasana pasca kerusuhan di depan Asrama Brimob Slipi, Petamburan , Jakarta Barat (22/5).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
11/6/2019, 19.51 WIB

Tiga tersangka yang diduga menjadi eksekutor rencana pembunuhan empat tokoh nasional dan pimpinan lembaga survei buka suara atas peran Mayor Jenderal (Purn) Kivlan Zen. Rekaman pengakuan mereka tersebut diputar dalam konferensi pers yang digelar di Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (11/6).

Salah satu tersangka yang buka suara tersebut, yakni H Kurniawan alias Iwan. Iwan bercerita, dirinya bersama Tajudin sempat dipanggil Kivlan untuk bertemu di Kelapa Gading, Jakarta pada Maret 2019.

Ketika itu, dirinya diberikan uang sebesar Rp 150 juta. Menurut Iwan, Kivlan memberikan uang tersebut untuk membeli dua pucuk senjata api laras pendek dan dua pucuk senjata api laras panjang.  "Uang Rp 150 juta dalam bentuk dollar Singapura," kata Iwan.

(Baca: Polisi Bakal Panggil Mantan Anggota Tim Mawar Terkait Kerusuhan 22 Mei)

Iwan mengatakan, dirinya sempat dikejar-kejar oleh Kivlan karena belum bisa membeli senjata yang diinginkannya. Setelah berhasil membeli senjata, barang tersebut lalu dibagikan kepada Iwan kepada Armi dan Tajudin yang juga menjadi eksekutor.

Iwan pun diberi tugas oleh Kivlan sebagai pemimpin rencana pembunuhan. Dia lantas mendapatkan daftar nama orang-orang yang harus dibunuhnya dari Kivlan, yakni Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan.

Sementara, Irfansyah yang juga menjadi eksekutor menjelaskan dirinya sempat ditelepon oleh Armi yang merupakan ajudan Kivlan. Armi meminta Irfansyah bertemu Kivlan di Masjid Pondok Indah, Jakarta apda 19 April 2019.

(Baca: Polisi Sebut Kivlan Zen Berperan Tentukan Target & Perintah Pembunuhan)

Saat itu, Irfansyah sedang bersama Yusuf, salah satu eksekutor yang kini masih melarikan diri. Irfansyah pun mengajak Yusuf untuk bertemu Kivlan dengan mengendarai mobil jenama Ertiga ke Masjid Pondok Indah.

Sesampainya di sana, Irfansyah dan Yusuf menunggu di lokasi parkir. Tak lama, Armi datang mengendarai motor dan mengajak Irfansyah serta Yusuf minum kopi dan makan. "Enggak lama kemudian datang Pak Kivlan dan Eka, supirnya. Pak Kivlan salat Ashar sebentar," kata Irfansyah.

Setelah menunggu Kivlan, Irfansyah lalu diajak masuk ke mobil Kivlan. Di sana, Kivlan mengeluarkan telepon genggamnya dan menunjukkan alamat serta foto Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya.
Kivlan pun meminta Irfansyah untuk memeriksa alamat lembaga survei milik Yunarto yang terletak di Jalan Cisanggiri 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sebagai bukti, Irfansyah diminta mengambil foto dan video di lokasi tersebut.

"Lalu beliau (Kivlan) berkata lagi, 'nanti saya kasih uang operasional Rp 5 juta untuk bensin, makan, dan uang kendaraan'. Saya jawab, 'siap, Pak'," kata Irfansyah.

(Baca: Wiranto Perintahkan Polri Ungkap Pemeriksaan Tokoh Kerusuhan 21-22 Mei)

Kemudian, Kivlan menyampaikan kepada Irfansyah bahwa orang yang bisa mengeksekusi Yunarto akan dijamin anak dan istrinya. Orang tersebut nantinya juga akan diajak liburan ke mana saja.

Setelah itu, Irfansyah dan Yusuf langsung menjalankan tugas yang diberikan oleh Kivlan. Foto dan video lokasi kantor Charta Politika yang diambilnya dan Yusuf dikirimkan kepada Armi melalui aplikasi percakapan. Armi pun mengapresiasi tugas yang dilakukan Irfansyah dan Yusuf.

Beberapa hari setelahnya, Irfansyah dan Yusuf kembali melakukan survei lokasi Charta Politika. Keduanya pun mengirim foto dan video tersebut kepada Armi melalui aplikasi percakapan. Hanya saja, Armi tidak pernah menjawab lagi kiriman foto dan video dari Irfansyah dan Yusuf.

Karena merasa sudah menyelesaikan tugas, Irfansyah dan Yusuf lantas membagi uang yang diberikan Kivlan. Mereka lalu pulang. "Sekitar 21 Mei 2019 pukul 21.00 WIB, saya ditangkap pihak kepolisian berpakaian preman dan sampailah saya seperti sekarang ini," kata Irfansyah.

Tersangka yang diduga sebagai eksekutor lainnya, Tajudin mengatakan dirinya mendapatkan perintah untuk membunuh Wiranto, Luhut, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, dan Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen Gregorius 'Gories' Mere. Perintah itu didapatkan Tajudin dari Kivlan melalui Iwan.

Atas dasar itu, Kivlan memberikannya uang sebesar Rp 55 juta melalui Iwan. "Menggunakan laras panjang kaliber 22 dan senjata (laras) pendek. Senjata tersebut saya dapat dari Iwan," kata Tajudin.