Golkar Terbuka Jika Partai Lain Masuk Koalisi Jokowi-Maruf

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Airlangga Hartarto mengatakan, Golkar terbuka terhadap partai lain yang ingin masuk ke koalisi pendukung Jokowi-Ma’ruf.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
12/6/2019, 14.36 WIB

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengatakan, pihaknya terbuka terhadap partai politik yang ingin bergabung dengan Koalisi Indonesia Kerja (KIK). Menurut dia, bertambahnya partai yang mendukung Joko Widodo-Ma’ruf Amin akan memperkuat dukungan bagi pemerintah di parlemen.

Dengan koaliasi yang semakin besar, kebijakan pemerintahan Jokowi-Ma'ruf bisa berjalan tanpa banyak menghadapi kendala. "Yang paling penting, kalau kami lihat secara politik kan di parlemen. Kalau politik mendorong parlemen yang kuat," kata Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (12/6).

(Baca: BPN Prabowo-Sandi Tunggu Sikap Demokrat Tentukan Pilihan Koalisi)

Namun, menurut dia, akan lebih baik jika masuknya partai baru ke barisan pendukung Jokowi-Ma’ruf disetujui oleh mayoritas partai di KIK. Tujuannya, agar tercipta kecocokan antarpartai politik di KIK. "Partai itu didukung super mayoritas lebih bagus," kata dia.

Airlangga enggan membahas perihal pembagian jatah partai koalisi dalam kabinet. Menurutnya, pembagian jatah menteri merupakan hak prerogatif Jokowi.  "Itu kan belum terjadi, jadi tunggu Pak Presiden," kata dia.

(Baca: Pernyataan SBY dan Potensi Retak Koalisi Prabowo-Sandiaga)

Ada dua partai yang dikabarkan masuk ke koalisi pendukung Jokowi-Ma’ruf, yakni Demokrat dan PAN. Sinyal Demokrat merapat ke barisan pasangan petahana muncul dari sikap partai berlambang bintang mercy itu yang mengakui hasil Pilpres 2019. 

Sikap ini berbeda dengan pasangan calon nomor urut 01 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, yang diusung Demokrat. Prabowo dan Sandiaga tidak mengakui hasil Pilpres 2019 dan tengah menggugat persoalan ini ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dukungan beberapa politisi Demokrat pun berbalik arah dari Prabowo-Sandiaga. Kepala Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean misalnya, mundur dari jabatannya sebagai juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga.

Wasekjen Demokrat Andi Arief secara terang-terangan menentang Prabowo-Sandiaga. Andi mengunggah cuitan berisi penyesalannya atas sikap Prabowo-Sandiaga yang menyalahkan Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) atas kekalahan mereka di Pilpres 2019, melalui akun Twitternya @AndiArief_ pada Jumat (7/6) lalu.

(Baca: Andi Arief: Kekalahan Prabowo-Sandiaga Bukan Salah Demokrat dan SBY)

Silaturahmi AHY dengan Jokowi dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri saat Idulfitri pada Rabu (5/6) juga dianggap sebagai upaya Demokrat bergabung dengan KIK. Sebab, Jokowi sebagai calon presiden menjadi aktor utama yang menentukan jalannya koalisi pendukung dalam palagan Pilpres 2019.

Megawati yang menjabat pemimpin dari partai utama pendukung Jokowi juga berperan  penting dalam mengarahkan koalisi. "Artinya, apa yang menjadi ucapan Megawati akan didengar Jokowi," kata Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin kepada Katadata.co.id, Jumat (7/6) lalu.

PAN juga disebut-sebut bakal merapat ke KIK. Sinyal itu diindikasikan dari ucapan Wakil Ketua Umum PAN Bara Hasibuan. Ia mengatakan, bahwa PAN secara de facto sudah tak lagi berada di koalisi pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

(Baca: Koalisi Parpol Pendukung Jokowi dan Prabowo Diusulkan Bubar)

Karena itu, partainya mulai membicarakan langkah apa yang akan diambil untuk lima tahun ke depan, termasuk perihal koalisi. Bara pun menyebut potensi PAN untuk bergabung di koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf cukup besar. "Kemungkinan bergabung dengan pemerintahan besar sekali," kata Bara di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (11/6) lalu.

Reporter: Dimas Jarot Bayu