Sidang Putusan, MK Tak Tangani Pelanggaran TSM & Diskualifikasi Capres

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Answar Usman (tengah) selaku Hakim Utama beserta jajaran hakim dalam sidang putusan sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat (27/6).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
27/6/2019, 16.17 WIB

Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tak memiliki kewenangan dalam menangani pelanggaran administrasi Pemilihan Presiden (Pilpres) yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). MK menegaskan hanya berwenang mengadili perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU).

Ketentuan tersebut sebagaimana diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK dan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. "Permohonan hanya dapat diajukan terhadap penetapan hasil Pemilu yang ditetapkan KPU," kata Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul dalam persidangan sengketa Pilpres di gedung MK, Jakarta, Kamis (27/6).

Manahan mengatakan, penyelesaian dugaan pelanggaran administrasi TSM merupakan kewenangan Badan Pengawas Pemilu. Lembaga pengawas Pemilu itu pun telah menerbitkan Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2018 yang mengatur penyelesaian pelanggaran TSM dalam Pemilu.

(Baca: MK Tolak Dalil Prabowo-Sandiaga Soal Praktik Vote Buying)

Selain itu, Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2018 telah mengatur soal tata cara penyelesaian dan sanksi atas pelanggaran TSM. "Telah terang bahwa pelanggaran administrasi yang bersifat TSM ada di kewenangan Bawaslu," kata Manahan.

MK dapat mengadili dugaan pelanggaran TSM jika Bawaslu tidak pernah memproses laporan dari pihak pemohon. Hanya saja, majelis hakim MK berpendapat tidak semua dalil dari Tim Kuasa Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pernah dilaporkan atau ditemukan Bawaslu.

Ada pula fakta bahwa Bawaslu sudah menindaklanjuti laporan dan temuan dugaan pelanggaran TSM. Selain itu, majelis hakim juga menilai tidak terdapat fakta yang membuktikan bahwa Bawaslu tidak melaksanakan kewenangannya.

"Dengan demikian Mahkamah berpendapat bahwa apa yang oleh pemohon dikelompokkan sebagai pelanggaran bersifat TSM dimaksud tidak beralasan menurut hukum," kata kata Hakim Konstitusi Aswanto.

(Baca: Debat Tim Jokowi vs Prabowo soal Kewenangan MK dalam Sengketa Pilpres)

 Manahan menyoroti argumen tim Prabowo Subianto- Sandiaga Uno yang menyatakan kewenangan MK dalam menangani PHPU seolah menyiratkan terjadi pelanggaran terhadap azas jujur dan adil dan pelanggaran terhadap prinsip demokrasi.

"Menurut mahkamah mengandung kekeliruan pada proposisi argumentasi, seolah tidak ada jalur hukum. Padahal sebagaimana dipertimbangkan di atas, hal itu telah membuktikan jalur hukum itu ada dan tersedia. Hanya saja bukan berada di tangan mahkamah," kata Manahan.


Manahan menyebutkan MK terikat hukum acara yang harus memutus norma konstitusionalitas UU. "Mahkamah hanya akan menyelesaikan jika lembaga tidak melaksanakan kewenangannya," kata dia.