Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan yang diajukan oleh pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Tidak ada satu pun dalil permohonan dari Prabowo-Sandiaga yang dianggap beralasan menurut hukum.
"Dalam pokok permohonan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis hakim MK Anwar Usman saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (27/6) malam.
Untuk diketahui, ada 15 petitum yang disampaikan Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga dalam gugatan sengketa Pilpres 2019. Salah satunya, yakni meminta majelis hakim MK membatalkan penetapan hasil Pemilu 2019.
(Baca: Jokowi dan Ma'ruf Beri Pernyataan Hasil Putusan MK di Halim )
Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga juga meminta majelis hakim MK menyatakan perolehan suara Prabowo-Subianto sebesar 68.650.239 atau 52%. Sementara pesaingnya, Joko Widodo-Ma'ruf hanya memperoleh suara sebesar 63.573.169 atau 48%.
Petitum lainnya meminta MK menyatakan bahwa Jokowi-Ma'ruf terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran dan kecurangan Pilpres 2019 melalui penggelembungan dan pencurian suara secara terstruktur, sistematis, dan masif. Ada pula petitum yang meminta MK memerintahkan KPU melaksanakan pemungutan suara ulang di sebagian provinsi.
Selain itu, majelis hakim MK menolak eksepsi yang diajukan oleh termohon dan pihak terkait, yakni KPU, Jokowi-Ma’ruf, dan Bawaslu. Eksepsi tersebut berkaitan dengan permintaan kepada majelis hakim MK untuk menolak perbaikan permohonan yang diberikan Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga.
"Dalam eksepsi, menolak eksepsi termohon dan pihak terkait untuk seluruhnya," kata Anwar.
(Baca: MK Mentahkan Keterangan Ahli Prabowo soal Perbandingan Suara Pilpres)
Dalam pertimbangannya, majelis hakim MK menilai revisi bisa diterima karena satu kesatuan dengan permohonan awal yang diajukan pada 24 Mei 2019. Terlebih, posita dan petitum permohonan yang sesungguhnya adalah segala hal yang dinyatakan dalam persidangan, bukan naskah permohonan.
Selain itu, ada persoalan teknis yang membuat Mahkamah tidak bisa melaksanakan pasal 475 Undang-undang Pemilu dan Pasal 6, 8, 9 PMK Nomor 4 Tahun 2018 secara normal. Sejak permohonan awal diajukan pada 24 Mei 2019, Mahkamah mengalami kesulitan menyidangkan perkara karena adanya libur panjang dan cuti bersama hingga sembilan hari.
Padahal, MK harus memutus perkara tersebut paling lambat 14 hari setelah persidangan dimulai. Akhirnya, MK harus menunda proses persidangan hingga Jumat (14/6).
(Baca: MK Nilai Hasil Hitung Pilpres Versi Prabowo Tanpa Didukung Bukti)
Lebih lanjut, Mahkamah beranggapan telah memberikan waktu bagi KPU, Tim Kuasa Hukum Jokowi-Ma'ruf, dan Bawaslu untuk memberikan jawaban. Hal tersebut diberikan dalam persidangan pemeriksaan.
Untuk diketahui, sidang putusan MK digelar setelah majelis hakim MK menyelesaikan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). Melalui RPH, sembilan Hakim Konstitusi berdebat atas permohonan gugatan yang diajukan oleh pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tersebut.
(Baca: MK Sebut Bukti Prabowo-Sandiaga Soal TPS Siluman Tak Valid)
Mereka menyandingkan dalil-dalil permohonan Prabowo-Sandiaga dengan alat bukti yang telah diberikan. Majelis hakim MK juga mempertimbangkan keterangan yang disampaikan oleh para pihak, baik Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga, KPU, Jokowi-Ma’ruf, dan Bawaslu.
Lebih lanjut, majelis hakim MK juga mempertimbangkan keterangan yang disampaikan oleh saksi dan ahli. “Kami akan berdebat dari apa yang bapak-bapak suguhkan. Memang sangat berat," kata Anwar.
Untuk diketahui, persidangan PHPU di MK telah berlangsung sejak Jumat (14/6). Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga di awal masa sidang telah membacakan dalil dan petitum permohonannya.
Tim Kuasa Hukum KPU dan Jokowi-Ma’ruf dalam tanggapannya meminta agar majelis hakim MK menolak seluruh petitum permohonan Prabowo-Sandiaga. Mereka beranggapan bahwa dalil-dalil permohonan yang diajukan Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga tidak jelas dan kabur.
Ada pun, Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga sebelumnya menghadirkan 14 saksi dan dua ahli. Saksi yang dihadirkan, antara lain Agus Maksum, Idham, Hermansyah, Listiani, Nur Latifah, Rahmadsyah, Fakhrida, Tri Susanti, Dimas Yehamura, Beti Kristiani, Tri Hartanto, Risda Mardiana, Said Didu, dan Hairul Anas. Ada pun, ahli yang dihadirkan dalam persidangan, yakni Jaswar Koto dan Soegianto Sulistiono.
(Baca: Jelang Putusan MK, Saham Erick Thohir Naik & Milik Sandiaga Turun)
KPU tidak menghadirkan saksi dalam persidangan. Mereka hanya menghadirkan seorang ahli dalam persidangan, yakni Marsudi Wahyu Kisworo. Marsudi diketahui merupakan Guru Besar Ilmu Komputer ITB. Dia juga merupakan Komisaris Independen PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) (Tbk).
Lebih lanjut, KPU menghadirkan keterangan tertulis dari ahli lainnya, yakni W Riawan Tjandra. Riawan diketahui merupakan Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Atmajaya, Yogyakarta.
Sementara itu, Tim Kuasa Hukum Jokowi-Ma’ruf menghadirkan dua saksi dan dua ahli saat persidangan. Dua saksi yang dihadirkan, yakni Anas Nashikin dan Candra Irawan.
Anas merupakan Panitia Pelaksana Training TOT bagi seluruh saksi Jokowi-Ma’ruf di seluruh Indonesia. Sementara, Candra merupakan saksi Jokowi-Ma’ruf ketika melakukan rekapitulasi tingkat nasional di gedung KPU, Jakarta.
Dua ahli yang dihadirkan Tim Kuasa Hukum Jokowi-Ma'ruf adalah Edward Omar Syarief Hiariej dan Heru Widodo. Edward diketahui sebagai Guru Besar Fakultas Hukum UGM, sedangkan Heru merupakan Dosen Ilmu Hukum UIA.