Presiden Belum Terima Berkas Amnesti, Eksekusi Baiq Nuril Ditunda

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Baiq Nuril (kiri) , Jaksa Agung HM Prasetyo dan Anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka saat di Kejaksaan Agung RI, Jakarta Selatan (12/7).
Penulis: Michael Reily
Editor: Yuliawati
12/7/2019, 15.17 WIB

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan hingga kini belum menerima berkas permohonan amnesti Baiq Nuril. Jokowi berjanji jika sudah menerima berkas akan menyelesaikan secepatnya.

"Kalau nanti sudah masuk meja saya, ada rekomendasi-rekomendasi dari kementerian atau lembaga terkait, saya putuskan secepatnya, akan saya selesaikan secepatnya," katanya.

Sebelumnya Presiden Jokowi mempersilakan Baiq Nuril untuk mengajukan amnesti (pengampunan) pascapenolakan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan ke Mahkamah Agung.

(Baca: Kasus Baiq Nuril dan Pemberian Amnesti di Indonesia)

Baiq Nuril sengat berharap Presiden Jokowi memberikan amnesti kepadanya pada saat Hari Kemerdekaan pada 17 Agustus 2019. "Mudah-mudahan amnesti diberikan saat putri saya mengibarkan bendera Merah Putih," kata Baiq Nuril sambil menyeka air matanya, di Gedung Kejaksaan Agung RI.

Putri Baiq Nuril rencananya akan menjadi salah seorang anggota pengibar bendera pada HUT RI yang digelar di Provinsi Nusantara Tenggara Barat, 17 Agustus 2019. "Mudah-mudahan ini menjadi kemenangan, mohon doanya ya," kata dia.

Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka berharap kejaksaan agung tak melakukan eksekusi sebelum terbitnya amnesti. Rieke mengatakan terdapat 132 permohonan penangguhan eksekusi dari berbagai pihak kepada Kejaksaan Agung RI.

(Baca: Baiq Nuril Menangis, Berharap Jokowi Kabulkan Amnesti)

"Dari DPRD provinsi dua permohonan, DPRD kota tiga, DPRD kabupaten 14, lembaga 36, dan perorangan 76," kata Rieke saat mendampingi Baiq Nuril untuk bertemu Jaksa Agung HM Prasetyo.

Sementara itu Jaksa Agung RI HM Prasetyo menyatakan tahapan eksekusi Baiq Nuril pascaputusan Mahkamah Agung belum akan dilaksanakan kejaksaaan. "Saya sudah perintah kepada Kajati NTB untuk jangan dulu berbicara soal eksekusi," kata Prasetyo.

Prasetyo menyatakan dalam menangani kasus ini dirinya akan memperhatikan kemanfaatan atas hukum sendiri."Kami lihat kepentingan hukum yang lebih besar yaitu kepentingan hak asasi manusia khususnya kaum perempuan. Ini adalah bagian dari politik kesetaraan gender," katanya.

Kasus Baiq Nuril bermula pada 2012 ketika ia mendapatkan pelecehan verbal di tempat kerjanya, SMA 7 Mataram, oleh sang kepala sekolah. Baiq Nuril adalah staf honorer di bagian tata usaha di SMAN 7 Mataram. Sang kepala sekolah mulai melecehkannya dengan menceritakan hubungan badannya dengan salah seorang wanita yang juga dikenalnya.

Paham bahwa dirinya dilecehkan, ia berinisiatif merekam percakapannya. Belakangan rekaman tersebut menyebar dan dipermasalahkan oleh sang kepala sekolah. Baiq Nuril dinilai melanggar pasal 27 ayat (1) juncto pasal 45 ayat 1 UU No. 1 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dengan vonis penjara 6 bulan dan denda 500 juta. Pada 3 Januari yang lalu,
Baiq Nuril bersama tim kuasa hukumnya mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan yang menyatakan dirinya bersalah. Namun, belakangan diketahui PK tersebut ditolak oleh Mahkamah Agung (MA).

Kasus Baiq Nuril bermula pada 2012 ketika ia mendapatkan pelecehan verbal di tempat kerjanya, SMA 7 Mataram, oleh sang kepala sekolah. Baiq Nuril adalah staf honorer di bagian tata usaha di SMAN 7 Mataram. Sang kepala sekolah mulai melecehkannya dengan menceritakan hubungan badannya dengan salah seorang wanita yang juga dikenalnya.

Artikel ini telah tayang di Katadata.co.id dengan judul "Kasus Baiq Nuril dan Pemberian Amnesti di Indonesia" , https://katadata.co.id/berita/2019/07/12/kasus-baiq-nuril-dan-pemberian-amnesti-di-indonesia
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Hari Widowati