Mewaspadai Potensi Gempa Bumi Besar di Selat Sunda

ANTARA FOTO/Weli Ayu Rejeki
Warga menunjukkan bagian rumah yang rusak akibat gempa di Kampung Bojong, Pandeglang, Banten, Sabtu (3/8/2019). Gempa berkekuatan 7,4 SR yang terjadi Jumat (2/8) malam mengakibatkan seorang meninggal dan 112 rumah rusak di Banten.
Penulis: Antara
Editor: Sorta Tobing
3/8/2019, 09.51 WIB

Masyarakat di sekitar Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, Jumat (2/8), pukul 19.03 WIB berhamburan keluar rumah karena merasakan gempa bumi cukup besar dan lama. Sebagian besar warga memilih lari dan mengungsi ke daerah ketinggian setelah mendapatkan peringatan dini terjadinya tsunami oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

Bahkan, warga pesisir Binuangeun, Kabupaten Lebak yang jaraknya sekitar 1,5 jam perjalanan dari Sumur, Kabupaten Pandeglang keluar rumah dan sebagian mengungsi ke shelter tsunami dan masjid di daerah tersebut. “Saat terjadi gempa, guncangan cukup kuat terasa. Semua warga keluar rumah, sebagian langsung menuju ke shelter tsunami dan masjid," kata Salmah, warga Binuangeun.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) awalnya merilis gempa itu terjadi pada pukul 19:03:21 WIB. Pusatnya pada koordinat 104,58 derajat bujur timur (BT) dan 7,54 derajat lintang selatan (LS), dengan magnitudo 7.4 pada kedalaman 10 kilometer (km) di bawah permukaan laut, berjarak 137 km barat daya Sumur, Banten.

“Status siaga, kemungkinan ketinggian tsunami setengah meter hingga maksimal tiga meter,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati semalam.

Sejumlah daerah ditetapkan waspada di antaranya Provinsi Banten, seperti Pandeglang bagian utara, Lebak, dan Serang bagian barat. Di Provinsi Lampung peringatan waspada untuk daerah Pulau Tabuan, Tanggamus bagian timur, Kepulauan Krakatau, Kepulauan Legundi, Pesisir Tengah dan Utara di Lampung Barat hingga Kepulauan Sebuku di Lampung Selatan.

Status waspada juga diberikan di Provinsi Bengkulu untuk Pulau Enggano di Bengkulu Utara, Kaur, Bengkulu Selatan dan Seluma. Di Provinsi Jawa Barat status waspada diberikan untuk Ujung Genteng di Sukabumi. “Status waspada, kemungkinan ketinggian tsunami maksimal setengah meter,” ujarnya.

Dia mengimbau masyarakat tidak panik dan menjauhi pantai pascagempa itu. Sesuai standar operasional prosedur (SOP) pencabutan status peringatan tsunami dilakukan dua jam kemudian.

Sekitar pukul 21.35 WIB, BMKG mencabut status peringatan tsunami dan memutakhirkan data terakhir gempa bumi menjadi magnitudo 6,9. Pusatnya terletak pada koordinat 104,75 derajat BT dan 7,32 derajat LS pada kedalaman 48 km, berjarak 164 km arah barat daya Kota Pandeglang, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.

(Baca: Gempa Banten, BMKG Rilis Peringatan Dini Tsunami 18 Daerah)

Episentrum gempa berada di wilayah Samudra Hindia di sebelah selatan Selat Sunda. Dari lokasi dan kedalaman hiposenter, gempa bumi ini termasuk jenis dangkal akibat deformasi batuan di dalam Lempeng Indo-Australia.

Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan gempa bumi itu terjadi dengan mekanisme pergerakan naik atau akibat dari patahan naik di dalam Lempeng Indo-Australia tersebut.

Hasil akhir BMKG tidak berbeda dengan siaran pers Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang menyebutkan gempa bumi disebabkan aktivitas penunjaman Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia.

PVMBG mengutip Informasi dari Unites States Geological Survey (USGS) yang mencatat gempa bumi pada koordinat 104,806 derajat BT dan 7,29 derajat LS dengan magnitudo 6,8 pada kedalaman 42,8 km.

Kepanikan Akibat Gempa Jakarta (ANTARA FOTO/Narasi.Tv/Dwi Prasetya)

Gempa Banten Semalam Belum Puncaknya

Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengungkapkan gempa bumi di Banten bermagnitudo 7,4 yang dimutakhirkan menjadi 6,9, belum merupakan puncak dari potensi gempa di wilayah tersebut.

Pusat gempa di bagian selatan Selat Sunda itu merupakan kawasan yang ditandai sebagai zona sepi gempa besar, tapi merupakan kawasan dengan subduksi aktif.

Daryono mengatakan ketidakadaan gempa selama ini dianggap sebagai proses akumulasi dari medan tegakan kerak bumi yang sedang berlangsung. “Di daerah Selat Sunda, catatan kami tidak ada gempa di atas magnitudo 7,0,” katanya.

(Baca: Gempa Banten 7,4, Warga Sukabumi hingga Lampung Panik Keluar Rumah)

Menurut catatan BMKG, pernah terjadi di bagian selatan Banten gempa bumi dengan magnitudo 7,9 pada 1903. Dia tidak dapat memperkirakan secara statistik proses berulang gempa bumi itu, karena proses akumulasi medan tegakan kulit bumi tidak bisa distatistikkan.

Daryono menyatakan sebuah kawasan subduksi aktif tetapi tidak pernah terjadi gempa, dapat diduga kawasan itu sedang terjadi proses akumulasi medan tegangan. Saat ini sedang terjadi proses penumpukan energi yang terkandung dalam kulit bumi

“Kalau melihat hasil hitungan potensi gempa, ini belum puncaknya, karena potensi maksimal dapat mencapai magnitudo 8,7. Potensi itu tidak bisa diperkirakan dan kapan saja bisa terjadi,” jelas dia.

Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Eko Yulianto mengatakan umumnya gempa sekitar magnitudo 7,4 memiliki waktu perulangan 30-50 tahun.

Dia mengatakan tidak ada data detail dan pasti, terkait sejarah atau siklus gempa yang terjadi di lokasi yang hampir sama dengan yang terjadi semalam yang berpusat di Banten.  Padahal, jika ada pencatatan sejarah maka dapat diketahui perilaku gempanya.

(Baca: Gempa Potensi Tsunami Berpusat di Banten, Terasa di Jabodetabek)

Di selatan Jawa, berdasarkan catatan sejarah, pernah terjadi gempa yang lebih besar dari magnitudo 7,4, bahkan mendekati skala 9. “Sudah dapat dipastikan akan terjadi lagi meski tidak tahu waktunya kapan,” ujarnya.

Eko menjelaskan penelitian di selatan Jawa menemukan bukti tsunami raksasa dengan artian ada gempa raksasa yang juga pernah terjadi. Penemuan LIPI yang disesuaikan dengan data sejarah, kejadian itu sekitar 400 tahun lalu yang diduga sekitar 1584 atau 1586.

Gempa bumi merupakan siklus pengumpulan energi dan kemudian dilepaskan dan selalu berulang. Semakin besar energi yang dilepaskan, maka semakin besar lama waktu yang diperlukan untuk mengulang kembali.

Eko menuturkan perlunya pendataan dan penelitian komprehensif sejarah kegempaan dan tsunami yang lebih detail di seluruh wilayah Indonesia, baik darat maupun lautan, untuk mengetahui perilaku gempa.

Pelaporan gempa di Indonesia baru dimulai ketika alat seismometer ada di Tanah Air, yakni sekitar 1850-an akan tetapi belum masif saat itu.

(Baca: Gempa Banten, Kemensos Kerahkan Kampung Siaga Bencana dan Tagana)

Jokowi Minta Masyarakat Tetap Waspada

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengarahkan petugas penanggulangan bencana dan aparat keamanan untuk bertindak cepat dalam menanggulangi dampak gempa bumi di Banten itu.

“Saya sudah perintahkan kepada BNPB, TNI, dan Polri serta Menteri Sosial untuk bertindak cepat apabila ada hal yang memang harus kita bergerak," katanya usai menyaksikan pentas wayang kulit di Istana Merdeka, Jakarta, semalam.

Pemerintah pusat terus memantau upaya mitigasi di lapangan. Jokowi berharap keadaan masyarakat di kawasan terdampak dalam kondisi baik, tetap berhati-hati, dan waspada.

Dwikorita Karnawati mengimbau masyarakat kembali ke tempat masing-masing setelah peringatan dini tsunami dinyatakan berakhir. Masyarakat diharapkan tetap waspada terhadap gempa bumi susulan serta menghindarii bangunan yang retak atau rusak diakibatkan gempa.

Mereka juga diminta untuk tidak mudah terpengaruh berbagai isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Informasi resmi BMKG disebarkan melalui kanal komunikasi yang terverifikasi, yakni Instagram dan Twitter @infoBMKG, website http://bmkg.go.id atau http://inatews.bmkg.go.id atau melalui aplikasi BMKG di IOS dan android.