Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) bekerja sama dengan Google Indonesia menggelar Lomba Periksa Fakta untuk kalangan mahasiswa dan jurnalis muda. Katadata.co.id yang berpartisipasi dalam kegiatan tersebut berhasil meraih juara pertama untuk kategori jurnalis muda.
Anggota Komite Pemeriksa Fakta Mafindo, Muhammad Khairil Haesy mengatakan, lomba ini bertujuan untuk melahirkan generasi muda yang mampu melakukan pemeriksaan fakta (cek fakta). Lomba tersebut juga menjadi sarana edukasi terhadap penyebaran hoaks (kabar bohong) yang marak terjadi di masyarakat.
Lomba Periksa Fakta ini diikuti oleh sekitar 66 orang peserta dari mahasiswa dan jurnalis muda. Di dalam lomba, peserta diberi soal mengenai kabar bohong yang beredar di media online maupun di jejaring sosial. Peserta kemudian diminta mencari fakta dengan berbagai tools yang tersedia. Setelah itu, peserta mengelompokkan kabar tersebut ke dalam salah satu dari tujuh kategori disinformasi dan misinformasi, sebagaimana format yang terdapat di situs turnbackhoax.id.
Jurnalis Katadata, Dwi Hadya Jayani, menjadi juara pertama dari kalangan jurnalis muda. Menurut Dwi, proses pengecekan fakta dimulai dari sumber yang kredibel, seperti lembaga pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan lain sebagainya.
Dwi juga menemukan kendala saat lomba berlangsung, misalnya menemukan sumber primer dari video yang menjadi materi lomba. Namun, kegiatan ini menjadi pengalaman yang berharga bagi Dwi yang bertugas sebagai data journalist. Khususnya, untuk meningkatkan kemampuannya dalam menggunakan berbagai tools di dunia maya ketika mencari data.
"Harapannya, ilmu yang didapatkan dari pemaparan di Lomba Periksa Data dapat diimplementasikan ketika bekerja. Terutama adanya pengelompokkan disinformasi dan misinformasi dari kabar yang beredar," ujar Dwi.
(Baca: Periset Katadata Raih Beasiswa Literasi Digital dari Kedubes Australia)
Menangkal Hoaks dengan Melibatkan Masyarakat
Ketua Presidium Mafindo, Septiaji Eko Nugroho, mengatakan peredaran hoaks di Indonesia tumbuh seiring bertambahnya jumlah pengguna internet. Apalagi, menjelang Pemilu 2019 lalu peredaran hoaks meningkat.
Pasca-Pemilu jumlah hoaks berkurang, tetapi masih terdapat hoaks yang beredar setiap hari. "Masih ada polarisasi dari Pilpres 2019. Sebagai contoh hoaks yang masih sering terjadi adalah mengenai bencana, seperti isu gempa 9 magnitudo di Banten pada pekan lalu," kata Septiaji.
Ia juga menyebutkan kalangan perempuan atau emak-emak sebagai salah satu kelompok yang mudah menyebarkan hoaks. Akibatnya, tidak sedikit emak-emak yang berurusan dengan polisi karena berkontribusi menyebarkan hoaks. "Maka dari itu, Mafindo menyasar edukasi kepada emak-emak untuk memutus peredaran kabar bohong," ujarnya.
(Baca: BMKG Sebut Informasi Gempa Susulan Bermagnitudo 9 Hoaks)
Mahasiswa dan jurnalis muda sebagai bagian dari generasi muda tidak luput dari perhatian Mafindo. Septiaji mengatakan, kaum muda cenderung bersikap apatis sehingga harus lebih dirangkul. Selain itu, tokoh publik juga dinilai memiliki peran strategis dalam menangkal hoaks yang beredar karena tren di Indonesia akan meyakini apa yang disampaikan oleh orang yang dipercayai.
“Kami melihat ada sebagian masyarakat yang tidak percaya fakta, jika bukan pernyataan tokoh ataupun golongan yang mereka yakini. Apapun perkataannya, diikuti oleh orang-orang itu,” ujar Septiaji.