Ombudsman: Maraknya Hoaks Bukti Registrasi Kartu Prabayar Gagal

ANTARA FOTO/Reno Esnir
Ilustrasi, teknisi XL Axiata melakukan pemeriksaan perangkat BTS. Ombudsman menilai program registrasi kartu prabayar yang dilakukan Kementerian Kominfo akhir 2017 tidak efektif. Hal itu terlihat dari maraknya penyebaran informasi palsu atau hoaks.
Penulis: Fahmi Ramadhan
28/8/2019, 16.38 WIB

Anggota Ombudsman Alvin Lie menilai, program registrasi kartu prabayar yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) akhir 2017 tidak efektif. Hal itu terlihat dari maraknya penyebaran informasi palsu atau hoaks.

Ia mengatakan, penyebaran hoaks semestinya terpantau jika program registrasi kartu prabayar efektif. "Saya tadi terang-terangan menyampaikan bahwa registrasi identitas prabayar yang diterapkan mulai 2017-2018 gagal total," kata dia di kantornya, Jakarta, Rabu (28/8).

Jika program itu berhasil, kata dia, semestinya pelaku penyebar hoaks lebih mudah terpantau. Dengan begitu, pemerintah bisa menurunkan penyebaran hoaks secara bertahap.

(Baca: Cegah Penyebaran Hoaks, Kominfo Perlambat Akses Internet di Papua)

Akan tetapi, berdasarkan pantauan Ombudsman, hoaks justru marak. Utamanya, hoaks mudah menyebar ketika terjadi situasi genting seperti kerusuhan di Papua beberapa waktu lalu.

Ia menilai, gagalnya program registrasi kartu prabayar disebabkan oleh sikap Kominfo yang tidak tegas. "Untuk itu, kami juga meminta kepada Direktur Jenderal (Dirjen) Aplikasi Informatika (Aptika) Kementerian Kominfo untuk segera dibenahi,” katanya.

Hal ini penting, menurutnya, supaya Kementerian Kominfo tidak lantas membatasi akses internet di wilayah yang tengah mengalami situasi genting, seperti di Papua.

(Baca: Penjelasan Kominfo Atas Kritik LSM Soal Pembatasan Internet di Papua)

Pada kesempatan itu, Dirjen Aptika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan menyambut positif tanggapan Ombudsman tersebut. Ia menegaskan bahwa instansinya akan berkoordinasi dengan stakeholder terkait guna membahas program registrasi kartu prabayar.

Diskusi itu juga akan mengkaji kebijakan pembatasan akses internet. “Saya pun akan sampaikan masukan Ombudsman untuk evaluasi bagaimana menyikapi persoalan ini," kata Semuel.

Ia hanya menjelaskan bahwa langkah pemerintah membatasi akses internet di Papua, karena ingin meminimalkan penyebaran hoaks. Walaupun, di satu sisi ia mengakui bahwa hal itu berpengaruh terhadap ekonomi dan kehidupan masyarakat di wilayah timur Indonesia.

"Jadi, saat ini kami bicara dengan aparat yang punya kewenangan pengamanan dan keamanan. Itu nilainya lebih tinggi dari yang lainnya," kata dia.

(Baca: Alasan Kominfo Perpanjang Pembatasan Internet di Papua)

Reporter: Fahmi Ramadhan