Warga Banten Kirim Petisi ke Presiden Korsel, Tolak Pembangunan PLTU

ANTARA FOTO/ASEP FATHULRAHMAN
Ilustrasi. Pekerja beraktivitas di proyek pembangunan PLTU Suralaya Unit X di Suralaya, Cilegon, Banten, Senin (5/8/2019).
Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Yuliawati
29/8/2019, 17.30 WIB

Proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa 9 dan 10 di Cilegon, Banten, mendapat protes. Warga Banten mengirimkan petisi kepada Presiden Korea Selatan Moon Jae-In dan Pimpinan Dewan Nasional Iklim dan Udara Bersih Korsel Ban Ki Moon.

Petisi tersebut meminta pemerintah Korsel menghentikan pendanaan terhadap pemerintah Indonesia yang rencananya digunakan untuk membangun proyek PLTU Jawa 9 dan 10 tersebut. Warga Banten yang menggunakan nama samaran, Joko Suralaya (27) menyatakan penolakan tersebut karena khawatir dengan dampak kesehatan atas pembangunan PLTU tersebut.

Joko punya pengalaman buruk dengan beroperasinya PLTU di Suralaya, Banten. Dia menuding PLTU tersebut menyebabkan pencemaran udara di Banten yang membuat ayahnya terkena kanker otak.

"PLTU baru akan sangat membahayakan kesehatan kami. Saya tak ingin tragedy lain terjadi,” kata Joko dalam konferensi pers bertajuk "Warga Banten Kirim Petisi kepada Pemerintah Korsel Soal PLTU Jawa 9 dan 10" di Jakarta, Kamis, (29/8).

(Baca: PLTU Suralaya dan Peristiwa Listrik Mati di Jawa)

Selain Joko, terdapat tiga warga Banten bersama sejumlah warga Korea Selatan mengajukan gugatan prelimenary injunction terhadap lembaga keuangan publik Korea di Pengadilan Tingkat 1.

Proyek PLTU berbahan bakar batu bara ini nantinya akan berkapasitas 2 ribu megawatt nilai sekitar US$ 33 milliar. Rencananya pembangunan PLTU dikerjakan pada 2019 hingga 2024.

Pembangunan  akan dikerjakan oleh PT Indoraya Tenaga, anak usaha Indonesia Power bersama Doosan Heavy serta Korea Mitland Power. Sumber pendanaan dari Korea Development Bank (KDB), Korea Export Import Bank (Kexim) dana Korea Trade Insurance Corporation (K-Sure) yang akan diputuskan akhir tahun ini.

Direktur Eksekutif Trend Asia Yuyun Indradi menjelaskan petisi tersebut disampaikan kepada pemerintah Korsel karena ketiga perusahaan yang menjadi penyokong dana merupakan perusahaan BUMN.

"Karena perusahaan ini adalah BUMN yang dapat dukungan langsung dari pemerintah. Pemerintah ini punya kewajiban untuk menyelamatkan keselamatan iklim," kata Yuyun.

Yuyun menyatakan petisi tersebut tak akan mempengaruhi hubungan Indonesia – Korea. Dia menganalogikan dengan gugatan Indonesia ke negara lain. “Itu tidak berpengaruh terhadap hubungan kedua negara," kata dia.

Pihak humas Indonesia Power enggan memberikan komentar saat dimintai konfirmasinya. "Untuk masalah ini kami masih perlu kros cek dan investigasi mendalam, belum dapat memberikan komentar."

(Baca: Ada PLTU Mulai Beroperasi, PLN Butuh 109 Juta Ton Batu Bara di 2020)

Reporter: Fahmi Ramadhan