Cegah Korupsi, Luthfi Jayadi Kurniawan Ingin Bangun Sistem Baru di KPK

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Calon Pimpinan KPK Luthfi Jayadi berjabat tangan dengan Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin (kanan) disaksikan Wakil Ketua Komisi III DPR Demond Junaidi Mahesa (belakang) dan Erma Suryani Ranik (depan) usai menerima amplop berisi tema makalah yang harus dibuat, saat uji kelayakan dan kepatuhan calon pimpinan KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (9/9/2019). Luthfi menyampaikan hasil makalahnya hari ini, Kamis (12/9), yang salah satunya menyoroti sistem pemberantasan korupsi di KPK yang ia nilai tidak ef
12/9/2019, 20.31 WIB

Calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) asal Malang, Luthfi Jayadi Kurniawan menyatakan akan berupaya membangun sistem yang terkoneksi antar stakeholder untuk memberantas korupsi di Indonesia.

Dia menilai KPK tidak bisa bekerja sendirian dalam melakukan pemberantasan korupsi, terlebih lagi melakukan upaya pencegahan tanpa adanya sistem tersebut.

"Kami semua berniat untuk mengembalikan KPK seperti seharusnya. Perlu adanya sistem baru yang terkoneksi pada seluruh instansi pemerintahan dan juga masyarakat," kata Luthfi saat menyampaikan hasil makalahnya, Kamis (12/9).

Menurut Luthfi, dalam melaksanakan tugasnya, KPK tidak memiliki sistem yang komprehensif dan manajemen risiko. Tidak efektifnya upaya pencegahan yang dilakukan KPK membuat korupsi terus terjadi, sehingga dibutuhkan manajemen risiko yang lebih baik lagi dan harus ada deteksi dini karena korupsi berkaitan dengan perilaku.

(Baca: Luthfi Jayadi Kurniawan, Capim KPK yang Ingin Bongkar Korupsi di TNI)

Sistem yang perlu dibangun yaitu dengan menjadikan KPK ada di seluruh wilayah di Indonesia, tidak hanya di satu tempat saja. Selain itu, kerja sama antar instansi dan masyarakat akan lebih menguatkan fungsi pencegahan agar dapat memperbaiki perilaku.

"Perlu melibatkan ormas seperti Muhammadiyah dan NU agar fungsi edukasinya lebih luas," kata dia.

Ia menambahkan, saat ini ormas-ormas hanya digunakan sebagai media kampanye untuk membangun kekuatan politik. Namun, fungsi pendeteksian dini dan edukasi terkait korupsi belum dimanfaatkan dengan maksimal. KPK juga terkesan bekerja sendiri tanpa menggandeng dinas-dinas terkait.

Sementara, dalam menentukan status tersangka, KPK dapat menggunakan metode interkualitas. Metode itu dapat memunculkan teknik-teknik pembuktian baru.

(Baca: Suara Irit Pendemo Bayaran, Bela Capim KPK demi Rp 40 Ribu)

"Ini merupakan kesempatan bagi ahli pidana untuk mengembangkan teknik pembuktian baru. Pemberantasan korupsi tidak boleh menggunakan momentum, tapi berbasis fakta dan bukti," ujarnya.

Poin terakhir yang disoroti Lutfi adalah kemampuan KPK untuk menjalin komunikasi dengan semua instansi. Lembaga antirasuah itu harus dapat meyakinkan seluruh pejabat dan rakyat bahwa korupsi merupakan krisis bangsa, jika tidak maka korupsi tidak akan dianggap sebagai beban dan akan dianggap sebagai hal yang biasa terjadi.

Reporter: Tri Kurnia Yunianto