Ribuan mahasiswa mengancam akan kembali unjuk rasa apabila tuntutan mereka tidak dipenuhi. Sebab, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dianggap hanya menunda pembahasan sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) yang bermasalah untuk mendinginkan suasana.
Padahal tuntutan mahasiswa adalah meminta presiden membatalkan RUU bermasalah. "Hari ini kami belum ada konsolidasi lagi. Tapi, bakal ada aksi lanjutan, karena kami melihat tuntutan terhadap RUU bermasalah itu tidak sampai, hanya penundaan," ujar Ketua Himpunan Mahasiswa Ilmu Politik Seluruh Indonesia, Febri Rahmat, Kamis (26/9).
Ia menambahkan, pernyataan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dalam sebuah acara debat di salah satu stasiun televisi swasta menegaskan pemerintah tidak akan mencabut RUU yang bermasalah. Mahasiswa menilai hal yang dilakukan pemerintah hanya sekedar formalitas saja.
Salah satu peraturan yang dianggap bermasalah adalah Undang-undang KPK. Menurut Febri, UU KPK memang perlu diubah dalam rangka memperkuat lembaga antirasuah itu. Namun UU KPK yang disetujui pemerintah dan DPR justru melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
(Baca: Diperintahkan Jokowi, Menristekdikti Cegah Mahasiswa Turun ke Jalan)
Hingga saat ini, mahasiswa belum menentukan kapan akan kembali unjuk rasa. Mereka masih menunggu keputusan pemerintah dalam menyikapi tuntutan-tuntutan mereka.
Lebih lajut, Febri menjelaskan isu mahasiswa yang mengancam akan menggulingkan pemerintahan yang sah merupakan isu yang tidak benar. Wacana itu sengaja digunakan oleh oknum-okum yang berupaya memperkeruh suasana dan untuk menggembosi kekuatan mahasiswa.
"Ada upaya untuk mengkerdilkan gerakan-gerakan kami," ujarnya.
Di sisi lain, Febri menyebut pihaknya belum mengetahui secara persis jumlah mahasiswa yang menjadi korban dalam demontrasi yang berujung kericuhan pada 23 - 23 September lalu. Namun, sebanyak 50 mahasiswa sempat ditahan di Polda Metrojaya karena dianggap sebagai provokator kerusuhan.
(Baca: KontraS Desak Usut Polisi Pelaku Kekerasan terhadap Mahasiswa)