Menaker Masih Temukan Industri yang Tak Patuh Kenaikan UMP

Humas Kementerian Ketenagakerjaan
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri
Penulis: Rizky Alika
19/10/2019, 08.33 WIB

Menteri Ketenagakerjaan Muhammad Hanif Dhakiri masih menemukan industri yang tidak patuh terhadap kebijakan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP). Dia menyatakan kementeriannya akan melakukan tindakan terhadap industri tersebut.

"Ada (yang tidak patuh). Kami lakukan penegakan hukum dan pembinaan," kata dia di Kantor Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (18/10). Kementerian Ketenagakerjaan akan memberikan sanksi kepada perusahaan yang tidak patuh. Sanksi tersebut dapat berupa sanksi adminsitratif hingga pemberhentian usaha. 

(Baca: Kementerian Ketenagakerjaan Putuskan Upah Minimum 2020 Naik 8,51%)

Pembinaan juga akan dilakukan agar dapat memperbaiki tingkat kepatuhan terhadap regulasi tenaga kerja. Meski begitu, ia meminta industri yang merasa keberatan dengan kenaikan UMP untuk mengikuti mekanisme Undang-Undang, yaitu melakukan penangguhan.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal 90 ayat 2 menjelaskan penangguhan dilakukan untuk membebaskan perusahaan dalam melaksanakan upah minimum yang berlaku dalam kurun waktu tertentu. Apabila penangguhan tersebut berakhir, perusahaan yang bersangkutan wajib melaksanakan upah minimum yang berlaku pada saat itu, tetapi tidak wajib membayar pemenuhan ketentuan upah minimum yang berlaku pada waktu diberikan penangguhan.

Menurut Hanif, kenaikan upah harus diterima oleh semua pihak. Sebab, keputusan tersebut sudah menjadi jalan tengah yang terbaik bagi dunia usaha dan tenaga kerja. Bagi industri, kenaikan UMP semestinya telah dipersiapkan. Sebab, besaran kenaikan UMP telah mengikuti formula yang serupa setiap tahunnya, yaitu dengan memperhitungkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

(Baca: Upah Minimum 2020 dan Perubahan Kebijakannya dari Waktu ke Waktu)

Sebelumnya, pengusaha dan buruh sama-sama mengeluh atas besaran UMP sebesar 8,51% pada tahun depan. Dunia usaha menilai kenaikan UMP akan memberatkan pengupahan pekerja, sedangkan buruh merasa naiknya upah tahun depan tak cukup besar.

Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani mengatakan beberapa industri akan terdampak kenaikan UMP 8,51%. “Yang sifatnya padat karya akan merasakan kenaikan lumayan tinggi,” kata Rosan kepada katadata.co.id.

(Baca: Pengusaha dan Buruh Kompak Mengeluh Upah Minimum Naik 8,51%)

Wakil Ketua Umum Kadin Shinta Kamdani menambahkan kenaikan UMP terasa berat di tengah kontraksi ekonomi dunia. Meski begitu, Kadin Indonesia menghormati keputusan tersebut. “Ini sudah sesuai kesepakatan kami,” kata Shinta.

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) juga menolak kenaikan UMP 8,51%. Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan hitungan ini tak sesuai dengan Komponen Hidup Laik (KHL) yang menjadi tuntutan buruh.

Iqbal juga mengatakan jika formula KHL yang digunakan, maka kenaikan UMP bisa mencapai 10 hingga 15% pada tahun depan. Makanya, dia meminta pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun 2015, khususnya mengenai formula kenaikan upah.