Mahendra Siregar, Tiga Kali Jabat Wakil Menteri di Era Dua Presiden

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Wakil Menteri Luar Negeri, Mahendra Siregar di Istana Merdeka, Jakarta Pusat (25/10/2019). Mahendra sebelumnya menjabat sebagai Dubes Indonesia untuk Amerika Serikat.
Penulis: Hari Widowati
28/10/2019, 13.06 WIB

Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024 akhirnya lengkap. Jumat (25/10) lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik 12 wakil menteri untuk membantu tugas para menteri.

Mahendra Siregar ditunjuk menjadi wakil menteri Luar Negeri. Ia adalah perwakilan dari kalangan profesional yang meniti kariernya di pemerintahan.

Pria kelahiran Bandung, 17 Oktober 1962 ini diterima di Kementerian Luar Negeri setelah lulus dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI). Mahendra pernah menjabat sebagai sekretaris III bidang ekonomi untuk Kedutaan Besar (Kedubes) RI di London, Inggris pada 1992-1995. Ia juga pernah menyandang gelar Duta Informasi Kedubes RI di Washington DC, Amerika Serikat (AS) periode 1998-2001.

Selanjutnya, Mahendra ditugaskan di Kementerian Koodinator Bidang Perekonomian Indonesia pada 2001. Ia menjadi asisten khusus Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti.

Karier Mahendra di Kemenko Perekonomian terus menanjak. Peraih gelar master bidang ekonomi dari Monash University, Australia ini dipercaya menjadi Deputi Menko Perekonomian Bidang Kerja Sama Ekonomi dan Pembiayaan Internasional. Seperti ditulis oleh Investor Daily, Mahendra cukup lama memegang jabatan tersebut dari era Menko Perekonomian Aburizal Bakrie (2005-2006), Boediono (2006-2008), lalu ke Sri Mulyani (2008-2009).

Mahendra juga pernah ditugaskan untuk menjadi direktur utama (CEO) di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank. Ia juga tercatat pernah menjadi komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun swasta, seperti PT Dirgantara Indonesia, PT Aneka Tambang Tbk, PT Unilever Indonesia Tbk, dan PT Vale Indonesia Tbk.

(Baca: Mahendra Siregar Jadi Wakil Menlu, Ada Target Khusus dari Jokowi )

Tiga Kali Jadi Wakil Menteri

Di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Mahendra ditugaskan menjadi wakil menteri perdagangan sejak November 2009. Ia mendampingi Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu.

Dua tahun kemudian, Presiden SBY menugaskannya sebagai wakil menteri keuangan. Pada waktu itu, posisi menteri keuangan dijabat oleh Agus Martowardojo.

Setelah dua kali menjadi wakil menteri, SBY meminta Mahendra memimpin Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Ia menggantikan M. Chatib Basri yang ditunjuk menjadi menteri keuangan.

Mahendra sudah teruji dalam diplomasi dan hubungan internasional sehingga ia dinilai mampu menarik lebih banyak investasi asing ke Indonesia. Setelah dilantik sebagai kepala BKPM, Mahendra segera mengatasi masalah kepastian hukum dan minimnya infrastruktur yang sering dikeluhkan para investor. Ia juga meminta para kepala daerah berkomitmen memajukan investasi di daerah masing-masing.

Sebelum menjadi wakil menteri di Kabinet Indonesia Maju, Mahendra bertugas sebagai duta besar RI untuk Amerika Serikat (AS). Ketika memulai tugasnya di AS, Mahendra bertemu dengan Presiden Donald Trump untuk membahas peningkatan hubungan kedua negara. "Indonesia dan AS adalah negara demokratis dan majemuk yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip dan penghormatan terhadap hak asasi manusia, toleransi, dan supremasi hukum," kata Mahendra, Senin (8/4), seperti dikutip Kompas.com.

(Baca: Tunjuk 12 Wakil Menteri, Kadin Nilai Jokowi Ingin Hasil yang Cepat)

Diplomasi Ekonomi Jadi Pesan Utama Jokowi

Hanya berselang tujuh bulan setelah penugasannya sebagai duta besar, ia diminta kembali ke Indonesia untuk menjadi wakil menteri luar negeri oleh Jokowi. Ketika dipanggil ke Istana Kepresidenan, Mahendra mengaku diminta meningkatkan kualitas promosi investasi dan perdagangan luar negeri.

Perang dagang yang terjadi antara AS dan Tiongkok harus bisa didorong menjadi peluang bagi Indonesia di bidang perdagangan. Jokowi juga meminta Mahendra menyelesaikan pengkajian produk Generalized Systems of Preference (GSP) dengan AS. Hasil kaji ulang GSP dapat meningkatkan nilai perdagangan Indonesia dengan AS hingga US$ 25 miliar dalam 2-5 tahun ke depan.

Misi lainnya adalah soal diplomasi sawit di dunia internasional. Ekspor sawit Indonesia bisa mencapai US$ 25 miliar. Indonesia pun bisa menghemat US$ 10 miliar jika mampu menjaga keberlangsungan industri sawit.

(Baca: Jokowi Resmi Lantik 12 Wakil Menteri di Kabinet Indonesia Maju)