Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh mengunjungi kantor pimpinan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Rabu kemarin. Dalam pertemuan dengan pimpinan elit PKS, Surya mendorong kelompok oposisi menjalankan peran "checks and balances" sebagai pengkritik pemerintah.
Bahkan Surya menyebut tidak menganggap masalah bila suatu saat nanti Partai NasDem berada di luar pemerintahan. Pernyataan Surya mengenai NasDem yang siap bila menjadi oposisi ini bukanlah yang pertama kali.
Surya pernah menyatakan hal serupa saat Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Ma'ruf Amin dilantik di DPR pada 20 Oktober lalu.
(Baca: Kunjungi PKS, Surya Paloh Sebut Tak Masalah Bila NasDem Jadi Oposisi)
Dosen Ilmu Politik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam berpendapat kunjungan Surya Paloh bersama jajaran elite NasDem bertemu petinggi PKS merupakan simbol perlawanan.
Surya Paloh dianggap menunjukkan perlawanan terhadap dominasi politik Megawati Soekarnoputri dalam skema koalisi Kabinet Indonesia Maju.
"Megawati telah memaksakan egopolitiknya untuk memberi karpet merah bagi masuknya Prabowo," kata Ahmad Khoirul Umam di Jakarta, Kamis (31/10) dikutip dari Antara.
(Baca: NasDem Menentang Tawaran Kursi Menteri Kabinet Jokowi untuk Gerindra)
Gerindra yang selama ini menjadi oposisi berhasil masuk ke koalisi Indonesia Maju setelah Megawati melobi Prabowo Subianto dalam ajang rebutan pimpinan MPR. Ketika itu Gerindra mengajukan kadernya Ahmad Muzani untuk menjabat sebagai Ketua MPR. Setelah dilobi Megawati, Gerindra mengalah dan merelakan kursi Ketua MPR kepada Bambang Soesatyo.
Keretakan hubungan Megawati dan Surya Paloh terlihat sejak 24 Juli lalu. Megawati ketika itu menerima kehadiran Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di kediamannya, Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat.
Pada hari yang sama, Surya mengunjungi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan menyatakan Anies berpotensi sebagai calon presiden. “Niatnya sudah pasti ada, dan semua niat baik harus terjaga,” kata Paloh.
Ketegangan hubungan keduanya terlihat saat pengambilan sumpah anggota DPR/MPR pada awal Oktober lalu. Presiden ke-5 RI itu terlihat memalingkan mukanya ketika giliran bersalaman dengan Surya Paloh. Seperti terlihat dalam potongan video KompasTV yang ramai beredar di media sosial, Surya Paloh yang tadinya berdiri akhirnya memilih duduk.
(Baca juga: Tak Ada Jabat Tangan Megawati untuk Surya Paloh)
Sementara itu, pengajar FISIP Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Nyarwi Ahmad menilai masuknya Gerindra ke kabinet Jokowi-Ma'ruf memang mempersempit ruang NasDem di pemerintahan.
Sehingga untuk menjaga agar eksistensinya tetap menguat, NasDem mengembangkan retorika pentingnya blok opisisi di luar pemerintah sebagai upaya menjaga demokrasi.
"NasDem sepertinya mengembangkan langkah kuda, menjalin konsolidasi dengan parpol-parpol di luar blok pendukung pemerintah," kata Nyarwi dalam pesan tertulis, Kamis (31/10).
Dia menilai NasDem sangat cerdas dalam memanfaatkan dinamika politik parpol-parpol di luar blok pemerintah. NasDem dianggap berusaha untuk mendapatkan panggung politik lebih besar.
"Di tengah kejumudan posisi parpol-parpol yang ada, baik yang sudah masuk koalisi mau pun oposisi. Apalagi PAN dan Demokrat tidak tegas dalam memposisikan dirinya," kata dia.
(Baca: Politisinya Jadi Calon Menteri, NasDem Tegaskan Bukan Oposisi)